Harianjogja.com, JOGJA –Produsen farmasi mulai ancang-ancang menaikkan harga obat menyusul rupiah yang melemah. Selama ini sebagian besar bahan baku pembuatan obat adalah impor. Namun, kenaikan harga tidak akan berlaku untuk obat generik.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Direktur Utama PT K-24 Indonesia, Gideon Hartono memprediksi kenaikan harga obat naik 5%, jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai angka Rp12.000.
Kenaikan harga terjadi karena selama ini produsen obat masih bergantung pada bahan baku buatan luar negeri.
"Sebagai retailer, secara otomatis kami akan menyesuaikan dengan pihak produsen. Jika produsen menaikkan, mau tidak mau kami juga harus menaikkan harga," katanya kepada Harian Jogja, Sabtu (24/8/2013).
Dia mengungkapkan selain nilai tukar rupiah, kenaikan harga obat juga dipengaruhi kebijakan pemerintah. Keputusan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi beberapa waktu lalu ikut memberi andil.
"Saat harga BBM naik kemarin, harga obat juga mengalami kenaikan sekitar enam persen," imbuhnya.
Menurut Gideon, meski terjadi kenaikan harga para retailer maupun produsen obat tidak bisa langsung menaikkan. Mereka harus mengalkulasi secara maksimal sebelum menaikkan harga.
"Apalagi, ada keinginan untuk tetap menyediakan obat yang terjangkau. Untuk tempat kami, sejauh ini masih melihat perkembangan yang ada," paparnya.