Esposin, JAKARTA — Kementerian Perdagangan berencana melarang importasi rokok elektrik pada tahun 2015 ini. Apa alasannya?
Promosi Gaet Vidi Aldiano, BRI Edukasi Masyarakat Hindari Modus Penipuan Lewat Lagu
Penghentian impor rokok elektrik itu ditetapkan setelah Kemennterian Perdagangan mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan rencana pelarangan impor rokok elektrik tersebut didasari pertimbangan kesehatan yang diakibatkan dari penggunaan produk tersebut.
“Rokok elektrik dilarang impor atas dasar pertimbangan kesehatan, ternyata berdasarkan penelitian yang sekarang masih berlangsung terdapat kandungan nikotin di dalam produk tersebut. Pangsa pasar impornya kami belum tahu persis, tapi sekarang Saya sudah membuat surat kepada Dirjen Perdagangan Luar Negeri supaya diatur larangan impornya,” kata Widodo, akhir pekan lalu.
Produk rokok elektrik tersebut sebelumnya disebutkan bisa menghilangkan kecanduan pada rokok tradisional. Tetapi ternyata rokok elektrik pun memiliki kandungan nikotin yang juga menyebabkan kecanduan dan kandungan lainnya yang juga berbahaya bagi kesehatan.
Susul Pakaian Bekas Larangan impor tersebut akan berupa Peraturan Menteri Perdagangan yang ditargetkan selesai pada semester kedua tahun 2015 ini. Sementara itu, untuk aturan larangan perdagangan rokok di pasar dalam negeri juga akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) mengenai barang yang dilarang untuk diperdagangkan.
Rokok elektrik menjadi produk kedua yang akan masuk ke dalam Perpres yang mengatur tentang barang-barang yang tidak boleh diperdagangkan setelah produk pakaian bekas masuk ke daftar yang sama sebelumnya. Widodo menargetkan perpres yang akan mengatur perdagangan dalam negeri tersebut bisa rampung pada 2015.
Sementara ini, pemerintah juga sedang menyusun beberapa komoditas lainnya yang akan dilarang untuk diperdagangkan selain rokok elektrik dan pakaian bekas di dalam rancangan perpres tersebut, sehingga pada saat aturan tersebut mulai diaplikasikan tidak ada lagi komoditas yang terlewat.
“Tujuannya untuk menghindari kalau nanti katakanlah ada 20 komoditas yang dilarang diperdagangkan. Tiba-tiba ada komoditas lain yang sebetulnya dilarang diperdagangkan tetapi tidak masuk di Perpres itu. Jadi seolah-olah boleh padahal tidak,” ujarnya.