Esposin, JAKARTA -- Pemberian Pembebasan Bersyarat dan remisi koruptor setiap hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan terus menjadi polemik hingga saat ini. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), pemberian pembebasan bersyarat koruptor harus segera dicabut? dan ada langkah progresif untuk mengantisipasi hal tersebut.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
Peneliti hukum ICW, Lalola Easter, menuturkan ada tiga cara untuk ?menyelesaikan polemik tentang pemberian pembebasan bersyarat dan remisi koruptor setiap hari besar keagamaan maupun pada hari kemerdekaan RI.
Pertama, yaitu pihak Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan penuntutan? terhadap terdakwa korupsi untuk mencabut hak terpidana korupsi mendapatkan remisi dan PB. Jadi tidak hanya pidana penjara maupun uang pengganti yang dibebankan terhadap pelaku korupsi.
"Pengecualian atas hal ini adalah jika terpidana merupakan justice collaborator,"? tutur Lalola dalam siaran persnya di Jakarta, Minggu (4/1/2014).
Menurut ICW, dasar hukum untuk pencabutan hak pemberian pembebasan bersyarat dan remisi koruptor sudah diatur dalam Pasal 18 ayat 1 huruf d undang-undang tindak pidana korupsi yang berbunyi selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP, sebagai pidana tambahan adalah pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah terhadap terpidana.
"Dengan pasal tersebut maka hak-hak narapidana koruptor seperti hak remisi dan pembebasan bersyarat bisa dicabut. Bahkan hak narapidana koruptor untuk dapat pensiun apabila dia pejabat publik juga bisa dicabut," kata Lalola Easter.
Kemudian yang kedua, pengadilan juga disarankan menerima tuntutan pencabutan hak remisi dan pembebasan bersyarat para koruptor, yang diajukan Kejaksaan atau KPK dalam persidangan. "Ini wujud dukungan bagi pengadilan untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi," ujar Lalola Easter.
?Kemudian terakhir, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM serta jajaran Dirjen PAS diminta untuk tetap konsisten menjalankan PP nomor 99 tahun 2012 yang mengatur tentang pengetatan pemberian remisi atau pembebasan bersyarat untuk koruptor.
"Artinya hanya koruptor yang berstatus justice colaborator (JC) yang berhak mendapatkan remisi atau PB," katanya.