Esposin, JAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan tentang bahaya gempa bumi megathrust Pulau Jawa dan Sumatra yang diprediksi bisa terjadi sewaktu-waktu, begini penyebabnya.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut peringatan tersebut disampaikan berkaca pada gempa megathrust Nankai yang terjadi belum lama ini.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Kali terakhir, gempa di segmen itu terjadi 78 tahun lalu, tepatnya pada 1946 dengan skala M8,4. Ilmuwan, pejabat, dan publik Jepang telah mengkhawatirkan segmen tersebut sejak beberapa waktu sebelumnya dan mereka siaga menghadapinya.
“Seismic gap Selat Sunda sudah usia 267 tahun dan Mentawai-Siberut sudah usia 227 tahun, sementara segmen-segmen lain sudah release (terjadi gempa), tugas saya mengingatkan kewaspadaan,” tulis Daryono di akun X atau dulu Twitter-nya @DaryonoBMKG.
Megathrust Nankai terakhir gempa M8,4 thn 1946 (78 thn) ..ilmuwan, pejabat dan publik Jepang sdh khawatir dan begitu siaga. Kita, "seismic gap" Selat Sunda sdh usia 267 thn dan Mentawai-Siberut sdh usia 227 thn, smtr segmen2 lain sudah release, tugas sy mengingatkan kewaspadaan. pic.twitter.com/hEU1JLAQ2j
— DARYONO BMKG (@DaryonoBMKG) August 14, 2024
Sebagai informasi, Indonesia dikelilingi 13 zona megathrust berdasarkan peta sumber bahaya gempa (PuSGen) pada 2017.
Zona megathrust segmen Selat Sunda sebagian terbentang di Selatan Jawa-Bali, sementara zona megathrust Mentawai-Siberut di barat Sumatera.
Aktivitas zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut masih menjadi ancaman bahaya terbesar yang dapat terjadi sewaktu-waktu karena berdasarkan data BMKG segmen tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar.
"Oleh karena itu, oleh para ilmuwan, tinggal menunggu waktu saja. Seismic gap megathrust Selat Sunda potensi mencapai 8,7 magnitudo dan megathrust Mentawai-Siberut potensi 8,9 magnitudo," kata Daryono, Senin (12/4/2024) malam.
Menyadari potensi yang ada, kata dia, selain memaksimalkan fungsi pada sistem pemantauan, BMKG terus menggencarkan edukasi, pelatihan mitigasi, evakuasi, dan berbasis pemodelan tsunami kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
BRIB Pantau Aktivitas Sesar
Sementara, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memantau berbagai aktivitas sesar untuk mempelajari setiap pergerakan lempeng yang berpotensi menjadi gempa bumi.
Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Adrin Tohari mengatakan pihaknya memakai teknologi global positioning system atau GPS untuk mengetahui pola deformasi.
“Alat itu merekam setiap pergerakan apapun. Ketika pergerakan yang tadinya linear, lalu tiba-tiba terkunci, artinya ada energi yang sedang tersimpan,” ujarnya, Senin (1/4/2024), dilansir Antara.
Adrin mengungkapkan bahwa sesar bergerak teratur dan lambat. Apabila sesar aktif tiba-tiba berhenti bergerak, hal itu menandakan sedang terjadi kuncian yang menampung energi besar.
Ketika kuncian itu lepas, maka energi yang dihasilkan bisa menimbulkan gempa dan menyebabkan banyak kerusakan serta korban jiwa.
BRIN memasang puluhan alat pemantau zona subduksi di kawasan Mentawai, Sumatra Barat. Dari puluhan alat yang dipasang tersebut beberapa alat memperlihatkan ada kuncian.
Selain memasang GPS di Mentawai, BRIN juga memasang tiga alat pemantau di kawasan utara Bandung, Jawa Barat, untuk mengetahui aktivitas Sesar Lembang.
Sesar Lembang merupakan sebuah patahan geser aktif yang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Kajian BRIN menyatakan Sesar Lembang punya periode ulang yang tidak lama (mungkin 100 tahun) dari peristiwa terakhir.
BRIN saat ini sedang mencoba memahami kondisi Sesar Lembang untuk memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga berbagai pihak bisa menyiapkan langkah mitigasi yang tepat.
“Melalui pemantauan itu kami ingin melihat segmen Sesar Lembang itu bagaimana kondisinya. Apakah sedang terkunci atau tidak? Kalau terkunci, itu artinya sedang ada energi yang tersimpan di sana,” kata Adrin.
Bukan Sekadar Ramalan
Dalam catatan BMKG, ancaman gempa besar bukan sekadar ramalan. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam pemberitaan 2022 lalu mengungkapkan bahwa ada potensi gempa megathrust dengan magnitudo (M) 8,7 di pantai selatan Jawa Tengah.
Hal itu disebabkan Kabupaten Cilacap berada di pantai selatan Jawa Tengah yang menghadap langsung zona tumbukan lempeng antara lempeng Samudra Hindia dan lempeng Eurasia.
Menurut dia, tumbukan lempeng tersebut merupakan zona gempa megathrust yang skenario terburuknya apabila terjadi gempa di pusat tumbukan itu kekuatannya mencapai M 8,7.
“Ini bukan prediksi, bukan ramalan, belum tentu terjadi. Itu bukan hanya analisis pakar gempa bumi dan tsunami dengan memperhitungkan kemungkinan terburuk,” kata Dwikorita.
Kemungkinan terburuk itulah yang menjadi dasar acuan untuk melakukan mitigasi, yakni upaya untuk mengurangi atau mengendalikan risiko agar bila sewaktu-waktu terjadi gempa atau tsunami, masyarakat sudah siap baik sarana-prasarananya, keterampilannya untuk menyelamatkan diri, jalur evakuasinya, dan tempat-tempat amannya sudah disiapkan.
Dengan kesiapan yang ada, kata dia, ketika terjadi gempa megathrust berdasarkan skenario terburuk itu, korban jiwanya bisa dihindarkan.
Berikut catatan gempa yang pernah terjadi di pulau Jawa:
Tahun 1840, 1859, 1867, 1875 magnitudo 7,5.
Tahun 1903 magnitudo 7,9.
Tahun 1921 magnitudo 7,5.
Tahun 1937 magnitudo 7,2.
Tahun 1943 magnitudo 7,1.
Tahun 1977 magnitudo 8,3.
Tahun 1979 magnitudo 7,0.
Tahun 1994 magnitudo 7,6.
Tahun 2006 magnitudo 7,7.
Tahun 2009 magnitudo 7,3.