Esposin, JAKARTA – Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat sangat kecewa dengan tuntutan delapan tahun yang dialamatkan jaksa kepada Putri Candrawathi.
Daripada dituntut delapan tahun, pengacara keluarga Yosua menyatakan lebih baik Putri Sambo yang dianggap jaksa terbukti ikut dalam pembunuhan berencana lebih baik dibebaskan sekalian.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
"Bebaskan saja sekalian sudah," tandas salah satu pengacara keluarga Yosua, Martin Simanjuntak dengan nada tinggi, seperti dikutip Esposin dari siaran KompasTV, Rabu (18/1/2023).
Martin tidak habis pikir dengan pola pikir jaksa penuntut umum. Fakta-fakta di persidangan, kata dia, membuktikan Putri Sambo bersama suaminya terbukti menjadi otak intelektual pembunuhan Yosua.
Sebagai jaksa penuntut umum, kata dia, mereka diamanahi keluarga Yosua untuk menuntut keadilan atas pembunuhan keji terhadap salah satu ajudan Ferdy Sambo tersebut.
"Fakta-fakta jelas. Mereka (jaksa) juga menyimpulkan Putri terbukti ikut merencanakan pembunuhan. Kenapa tuntutannya hanya delapan tahun? Takutnya saya nanti di publik seolah-olah kita boleh membunuh orang sesukanya, toh tuntutannya ringan kok," ujar rekan Kamarudin Simanjuntak.
Sebelumnya diberitakan, JPU menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi, dengan pidana delapan tahun penjara.
JPU membacakan tuntutan pada sidang lanjutan perkara tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama delapan tahun,” kata Jaksa Didi Aditya Rustanto saat membacakan tuntutan di hadapan ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso di PN Jakarta Selatan dikutip dari Antara.
Jaksa menyatakan Putri Candrawathi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Keanehan tuntutan jaksa juga terjadi pada persidangan Ferdy Sambo sehari sebelumnya. Ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Profesor Mudzakkir menilai ada kejanggalan dalam tuntutan penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo.
Kejanggalan terletak pada tuntutan terhadap Sambo yang tidak maksimal sesuai Pasal 340 KUHP yakni hukuman mati.
Padahal, menurut Mudzakkir, jaksa dalam tuntutannya menyatakan tidak ada hal yang meringankan bagi Ferdy Sambo dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
"Satu sisi jaksa menyatakan tidak ada hal yang meringankan tapi tuntutannya tidak maksimal. Kalau tidak ada hal yang meringankan terdakwa otomatis kan ancaman maksimal berlaku. Sesuai Pasal 340 KUHP ancaman maksimalnya ya pidana mati," ujar Mudzakkir, seperti dikutip Esposin dari siaran INews, Selasa (17/1/2023).