Sejatinya, Peraturan Bupati Lombok Timur No. 26/2014 terkait pelaksanaan Peraturan Daerah No. 3/2013 tentang Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah itu sudah pekan lalu menjadi bahan ulasan Kantor Berita Antara. Sejumlan komentar menjadikan biaya kontribusi senilai Rp1 juta bagi kas daerah yang dikutip dari PNS yang mengajukan izin melakukan perkawinan kedua itu seolah-olah merupakan kebijakan Bupati Lombok Timur memperbolehkan para PNS di wilayah itu berpoligami.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Sesuai judulnya, peraturan bupati itu sejatinya bukan mengatur tentang perizinan melakukan perkawinan kedua bagi para PNS, melainkan terkait pendapatan asli daerah setempat. Perizinan melakukan perkawinan kedua bagi PNS telah diatur Peraturan Pemerintah (PP) No. 10/1983 juncto PP No. 45/1990 tentang Ijin Perkawinan PNS. Nyatanya, Metro TV mengarahkan pemirsanya melalui dialog tersebut seolah-olah Perbup Lombok Timur mengeliminasi PP tentang Ijin Perkawinan PNS itu.
Bukan hanya Metro TV, Kementerian Agama sebagaimana dikutip Antara juga meramaikan kontroversi tersebut. Kendati ketentuan tentang perizinan melakukan perkawinan PNS itu sudah jelas diatur melalui PP dan perbup itu hanya mengatur biaya kontribusi bagi kas daerah, Kementerian Agama sempat mengemukakan peringatan agar pemerintah daerah tak membuat aturan seenaknya soal pernikahan.
Adalah Sekretaris Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Ditjen Bimas) Islam Kemenag Muhammadiyah Amin yang mengarahkan citra perbup yang mengatur pendapatan daerah itu menentang PP tentang Ijin Perkawinan PNS. "Jangan membuat aturan seenaknya, apalagi dengan alasan pernikahan untuk meningkatkan kas daerah. Pernikahan sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan," tegas dia.
Ia mengaku prihatin dengan aturan dari pemerintah daerah itu. Ditegaskannya, dalam UU Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kendati menegaskan asas dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan begitu pula seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, Amin mengakui pula bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. (
JIBI/Solopos/Antara)