Kabar tersebut disampaikan Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Fachri Radjab. “Hingga tujuh hari ke depan suhu tinggi masih berpotensi terjadi, terutama di Jawa, Bali, NTB, NTT dan Sulawesi,” terang dia seperti dikabarkan Antara, Sabtu (26/10/2019).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Fachri Radjab menambahkan, suhu tinggi yang membuat udara terasa sangat panas lazim terjadi di periode akhir musim kemarau. Penyebabnya adalah posisi semu matahari yang saat ini berada di sekitar ekuator. Jadi, pemanasan dari sinar matahari sangat maksimal.
Kondisi ini diperparah dengan massa udara di atas Indonesia, khususnya bagian selatan, yakni Australia, bersifat kering dan panas. Fenomena alam tersebut menyebabkan sulitnya pertumbuhan awan.
Minimnya awan membuat langit cerah. Sehingga pemanasan dari sinar matahari langsung diterima Bumi tanpa penglahang awan. Hal inilah yang menyebabkan suhu semakin naik. Pada September 2019, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi Selatan hingga Desember 2019.
Jadi, pada Oktober 2019 posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia selatan, yaitu Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagainya. Itulah sebabnya udara di wilayah tersebut terasa panas selama sepekan terakhir.
Saking panasnya, ada beberapa orang yang memanfaatkan suhu panas tersebut untuk memasak. Seperti dilakukan Lestari, warga Bekasi, yang menggoreng kerupuk di bawah terik matahari. Dia memanaskan minyak di wajan yang diteletakkan di luar rumah selama beberapa jam. Setelah dirasa panas, dia pun memanfaatkan minyak tersebut untuk menggoreng kerupuk dan ternyata berhasil.