Esposin, SOLO — Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru atau PPDB dengan sistem zonasi di Kota Solo selalu menyisakan masalah yang berulang setiap tahun. Salah satunya lantaran sebaran sekolah SMP dan SMA yang tidak merata.
Misalnya jumlah SMA di Kota Solo hanya sembilan, setelah ada penambahan SMAN 9 Solo di Kelurahan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo. Sebelumnya daerah tersebut jauh dari SMA hingga warga sekitar sulit diterima di sekolah negeri.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Masalah yang sama terjadi di Kecamatan Banjarsari, terutama di wilayah Nusukan dan Kadipiro yang jauh dari SMA dan SMP. Hampir setiap tahun orang tua calon siswa dari wilayah tersebut protes lantaran sulit mendapatkan sekolah negeri di kota sendiri.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Solo, Dian Rineta, mengakui ada persoalan dalam penyelenggaraan PPDB sistem zonasi di Kota Bengawan, terutama di sejumlah daerah yang terletak di Kecamatan Banjarsari.
“Banjarsari dan daerah [Solo bagian] utara itu sama, itu kenapa SMPN 5 di pindah ke sana. Artinya di daerah sana masih membutuhkan daya tampung yang lebih, jadi kami dorong [pembangunan sekolah] di sana,” kata dia kepada Esposin, Selasa (9/7/2024).
Guna mengatasi tidak meratanya sekolah di daerah Solo bagian utara, Disdik mempertimbangkan untuk memindah salah satu sekolah yakni SMPN 24 Solo atau SMPN 25 Solo, ke daerah utara. Dian mengatakan saat ini Disdik sedang mencari lahan untuk pemindahan sekolah itu.
Kedua bangunan sekolah tersebut saat ini bersebelahan di Jl dr Moewardi No 36, Penumping, Laweyan, Kota Solo. Disdik juga mempertimbangkan opsi melakukan penggabungan atau regrouping dua sekolah itu.
“Bisa pindah, bisa regrouping, kalau memang nanti tidak efisien soal manajemen, karena dua sekolah itu saya evaluasi kalau digabung anak Solo cukup [tertampung],” kata dia.
Jika sudah dipindah, lahan dari salah satu sekolah tersebut bisa digunakan untuk membangun SMA negeri di wilayah Banjarsari. Sebab tidak seperti kecamatan lain, Banjarsari jauh dari sekolah, sehingga kurang menjadi prioritas dalam PPDB sistem zonasi.
Terkendala Luas Lahan
“Harapannya begitu, tapi sekali lagi selama teman-teman [Dinas Pendidikan] Provinsi [Jawa Tengah] itu bersedia menurunkan standardisasi masalah luas lahan,” kata dia.Perlu diketahui, pembangunan gedung SMA atau SMK memiliki standar luas lahan minimal 4.000 meter persegi. Dian mengatakan jika standar tersebut diberlakukan di Kota Solo, tidak ada yang memenuhi kriteria.
“Tapi kalau bisa diskresi luas lahan itu dipertimbangkan kembali, itu mungkin bisa yang di sana [gedung SMPN 24 atau SMPN 25] menjadi SMAN 10 Solo,” kata dia.
Penambahan sekolah baru di wilayah Banjarsari menjadi keniscayaan jika ingin PPDB tetap menggunakan sistem zonasi. Memang ada opsi lain yakni mengadakan kelas jarak jauh.
Namun, Dian mengatakan jika ingin menggunakan skema kelas jarak jauh tidak menyelesaikan masalah. Sebab pada akhirnya akan mengurangi kuota dari sekolah yang ditempati.
“Kalau kelas jauh tidak memecahkan masalah, karena mengurangi yang sini dan dipindahkan ke sana. Inginnya kita ada kuota baru, makanya dulu wacana SMAN 2 Kampus II yang menampung siswa dari Pasar Kliwon itu tidak menyelesaikan masalah,” kata dia.
Pembangunan SMAN baru di Kota Solo kini menjadi tanggung jawab Dinas Pendidikan Provinsi Jateng. Sedangkan Dinas Pendidikan Kota Solo hanya berwenang dari tingkat TK sampai SMP. Meski begitu, penyiapan lahan tetap merupakan wewenang Pemerintah Kota Solo, yang nantinya dihibahkan ke Pemerintah Provinsi Jateng.
Penambahan SMP dan SMA negeri baru di Banjarsari diharapkan menjadi solusi jangka pendek untuk menyelesaikan persoalan PPDB yang terus berulang. Dalam sistem zonasi sebaran sekolah yang rata dan pemerataan sarana prasarana menjadi keharusan.