Esposin, JAKARTA -- Ketua Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), M Natsir Kongah, mengatakan pihaknya menjadikan upaya menangani kejahatan eksploitasi seksual anak sebagai salah satu prioritas utama.
"Hal ini tercermin dari terbangunnya kerja sama erat antara PPATK dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam bentuk penandatanganan nota kesepahaman serta perjanjian kerja sama di antara kedua lembaga untuk memerangi kejahatan seksual anak," kata Natsir saat menyampaikan paparan pada Konferensi ASEAN tentang Pencegahan dan Respon terhadap Penyalahgunaan Penyedia Jasa Keuangan dalam Eksploitasi Seksual Anak yang berlangsung di Bali.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Natsir mengatakan berdasarkan data 2024 tercatat sekitar 303 kasus anak korban eksploitasi ekonomi dan seksual, 128 anak korban perdagangan, dan 481 anak korban pornografi di Indonesia.
Di sisi lain, dugaan prostitusi anak berjumlah sekitar 24.000 anak di rentang usia 10-18 tahun dengan frekuensi transaksi mencapai 130.000 kali dan nilai perputaran uang mencapai Rp127 miliar.
Menurutnya, upaya PPATK untuk memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak tidak hanya di dalam lingkup domestik, namun juga regional yang meliputi wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, hingga Pasifik.
Dalam pertemuan tahunan Financial Intelligence Consultative Group (FICG) di Melbourne, Australia, pada Mei 2024, delegasi PPATK telah mengajukan proposal penyusunan indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
Gagasan tersebut, kata Natsir, disetujui dan menjadi bagian dari project strategis FICG pada periode 2024-2025. FICG sendiri merupakan kelompok kerja yang menghimpun lembaga intelijen keuangan di wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru, yang memiliki peran penting dalam upaya anti-pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal serta kejahatan keuangan terkait lainnya.
Data Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak, kata dia, mencapai 44 LTKM selama periode 2014-2024.
Selain itu ada dua Hasil Analisis (HA) PPATK terkait eksploitasi seksual anak pada 2023, 34 HA pada 2021, dan 2 HA pada 2023 yang terkait dengan perlindungan anak, pornografi, perdagangan orang, Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), child sex exploitation, dan/atau kejahatan lintas negara lainnya, dan 1 HA pada 2021 yang terkait dengan perdagangan orang, pornografi, ITE, dan perlindungan anak.
Temuan aktivitas perdagangan orang di Indonesia pada 2022, termasuk eksploitasi seksual anak, mencatat perputaran uang sebesar Rp114 miliar.
Dalam konteks regional, lanjutnya, PPATK bersama dengan seluruh pemangku kepentingan yang relevan telah melaksanakan Focus-Group Discussion guna memformulasikan draf Concept Note dan Kuesioner yang akan bermuara pada keluaran berupa dokumen indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
Proses tersebut akan melibatkan partisipasi aktif dari penyedia jasa keuangan yang terdiri atas perbankan, penyelenggara transfer dana (money remittance), penyelenggara dompet elektronik (e-wallet), dan pedagang fisik aset kripto (exchanger), termasuk juga lembaga intelijen keuangan, penegak hukum dan pakar di bidang anti-eksploitasi seksual anak.
"Draf pertama dokumen ditargetkan rampung pada November 2024," katanya sebagaimana dilansir Antara, Kamis (8/8/2024).
Natsir menambahkan PPATK sangat berharap upaya memerangi kejahatan seksual anak menjadi komitmen bersama seluruh pihak, termasuk juga melibatkan peran aktif seluruh komponen masyarakat.
Eksploitasi seksual anak memiliki dampak destruktif yang nyata dan mengancam kelangsungan hidup generasi penerus bangsa karena cenderung bersifat lintas negara, kerja sama yang solid antara seluruh pihak di lingkup regional hingga internasional adalah suatu keniscayaan.
Data Interpol pada Juni 2024 menyebut kaitan 69 negara yang terlibat dalam jejaring eksploitasi seksual anak.
Oleh karena itu, kata dia, forum seperti Konferensi ASEAN ini menjadi suatu langkah krusial untuk memperkuat komitmen dan kerja nyata seluruh pihak yang terlibat.
Secara spesifik, kata dia, PPATK akan selalu berkomitmen mendukung segala upaya untuk memerangi kejahatan eksploitasi seksual anak sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki.