Esposin, GORONTALO -- Pengamat politik Universitas Gorontalo, La Husen Zuada, mengatakan, peluang membatalkan UU Pilkada yang disahkan melalui sidang paripurna DPR, sangat kecil. Masalahnya, RUU Pilkada tersebut awalnya diajukan oleh eksekutif.
Menurut dia, inti dari UU Pilkada itu adalah kepala daerah dipilih anggota DPRD. Dia menilai, celah mengembalikan pilkada langsung oleh rakyat memang semakin kecil, kecuali jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menanda tangani UU yang telah disetujui DPR itu.
Promosi BRI Dampingi Petani Jeruk Semboro di Jember Terapkan Pertanian Berkelanjutan
"Namun peluang opsi ini pun kecil, sebab sikap SBY sesungguhnya sudah dapat dinilai dalam proses pengusulan rancangan UU itu, yang intinya inisiatif eksekutif. Artinya, RUU ini jelas sudah disetujui dia sebagai pemimpin eksekutif," kata La Husen Zuada.
Kemudian lanjut La Husen, celah lain adalah uji materi dan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan asumsi memutuskan kepala daerah tetap dipilih secara langsung oleh rakyat.
Namun peluang hal itu pun sangat kecil kata La Husen, sebab MK mungkin tidak akan melakukan hal yang dimaksud selama tidak dilakukan amandemen pada pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyebut pilkada dilakukan secara demokratis.
"Istilah demokratis ini kemudian memunculkan banyak defenisi dan penafsiran. Berbeda dengan pemilihan presiden yang termuat dalam pasal 6A ayat (1) yang menyebut pemilihan presiden dilakukan secara langsung oleh rakyat," kata dia.