Esposin, JAKARTA — Jauh sebelum dilantik, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pernah memberikan pernyataan yang kontradiktif bagi pemberantasan korupsi.
Saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Johanis Tanak melontarkan wacana terkait keadilan restoratif alias pemaafan terhadap pelaku korupsi.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Setelah dilantik Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyatakan pernyataannya yang memicu kontroversi publik itu hanya merupakan opini.
"Itu kan cuma opini, bukan aturan," kata Johanis kepada wartawan seusai pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/10/2022).
Baca Juga: Firli Bahuri: Selamat Datang di KPK, Johanis Tanak
Johanis menekankan pandangan itu bisa dilontarkan siapapun namun realisasinya tetap akan mengacu atau menyesuaikan pada aturan yang berlaku.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan prinsip keadilan restoratif adalah pimpinan KPK harus memegang teguh pada tujuan penegakan hukum.
"Tujuan penegakan hukum itu antara lain pertama, kita harus memberikan kepastian hukum itu sendiri; yang kedua, kita harus mewujudkan keadilan; dan ketiga adalah menimbulkan kemanfaatan," jelas Firli.
Baca Juga: Harta Johanis Tanak yang Terpilih Jadi Wakil Ketua KPK Gantikan Lili Pintauli
Dia menekankan tiga prinsip dasar itu harus dipegang dalam upaya penegakan hukum. Apabila terdapat hal atau pendapat lain, menurutnya, maka itu bisa dibahas bersama.
"Tetapi, tetap saja kami berpedoman kepada asas bahwa tidak ada sesuatu yang bisa kami laksanakan kecuali karena ketentuan prosedur mekanisme dan syarat yang diatur peraturan perundang-undangan," tegasnya seperti dikutip Esposin dari Antara.
Sebelumnya diberitakan, saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Johanis Tanak menyatakan pemikirannya untuk memberlakukan keadilan restoratif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Penyeru Restorative Justice Kasus Korupsi Jabat Wakil Ketua KPK
"Karena menurut pemikiran saya, RJ (restorative justice) tidak hanya dapat dilakukan dalam perkara tindak pidana umum, termasuk juga dalam perkara tindak pidana khusus, itu dalam hal ini korupsi," kata Johanis.
Menurut Johanis, keadilan restoratif bisa diberlakukan meskipun dalam Pasal 4 pada undang-undang tindak pidana korupsi menyatakan apabila ditemukan adanya kerugian keuangan negara, maka tidak menghapus proses tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Capim KPK Ini Bilang Tak akan OTT, Tapi Ajak Bicara Koruptor
"Namun hal itu sangat dimungkinkan berdasarkan teori ilmu hukum yang ada, bahwa peraturan yang ada sebelumnya dikesampingkan oleh peraturan yang ada setelah itu," ujar Johanis.