Esposin, SOLO—-Setiap anak berpotensi tidak hanya menjadi korban, namun juga menjadi pelaku perundungan. Maka orang tua sejak dari rumah harus berperan untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anak.
Saat ini perundungan kembali ramai dibahas warganet setelah putra dari presenter Vincent Rompies terlibat dalam kasus kekerasan di dekat sekolahnya sendiri, Binus School Serpong, Jelupang, Serpong Utara, Tangerang, Banten belum lama ini.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Kasus tersebut seakan menjadi pekerjaan tidak berkesudahan untuk menghapus tiga besar pendidikan yang pernah disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nadiem Makarim.
Direktur Yayasan Kepedulian untuk Anak Surakarta (Kakak), Shoim Sahriyati, menilai sejak dini setiap anak harus ditanamkan nilai-nilai yang baik agar kelak ketika remaja atau dewasa tidak menjadi pelaku perundungan.
Dia menjelaskan biasanya perundungan bisa terjadi ketika ada perbedaan antara si anak dengan orang lain. Maka, Shoim menjelaskan anak sejak di lingkungan keluarga harus diajarkan nilai-nilai dan perilaku baik seperti menghargai, tidak menyakiti, dan memperlakukan orang lain dengan baik.
Selain itu anak sejak dini harus dibiasakan untuk menyadari kesalahannya sendiri dan berani meminta maaf jika memang melakukan kesalahan ke orang lain. Maka menurutnya anak sudah harus diajarkan nilai-nilai kebaikan itu sejak dari keluarga.
“Peran terbesar adalah keluarga, karena keluarga yang bisa menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak sejak dini,” kata dia kepada Esposin, Jumat (23/2/2023).
Jika karakter anak sudah terbentuk dengan nilai-nilai baik yang ditanamkan orang tua di rumah, maka ketika dia berada di lingkungan lain seperti sekolah bisa melindungi diri sendiri untuk tidak menjadi pelaku perundungan.
“Karena anak itu akan memiliki lingkungan sosial yang lebih tinggi itu ketika sekolah, jadi ketika di luar nilai-nilai yang sudah ditanamkan di rumah itu bisa melindungi dirinya sendiri sebagai pelaku. Bahkan dia akan tumbuh sebagai anak yang pembela,” kata dia.
Shoim menjelaskan ketika anak sudah dibekali nilai-nilai kebaikan di rumah, bahkan bisa jadi memiliki karakter sebagai pembela. Anak yang mulai memasuki lingkungan sekolah itu tidak segan mengingatkan dan bersuara jika melihat teman menjadi korban perundungan.
“Jadi ketika dia melihat sesuatu yang tidak seharusnya, dia akan bisa bersuara. Harapannya begitu. Jadi sejak dari keluarga harus ditanamkan nilai,” kata dia.
Meski begitu sekolah tetap memiliki peran penting untuk mencegah agar para peserta didiknya tidak menjadi pelaku perundungan. Cara dengan melakukan pembinaan dan melaksanakan pendidikan berbasis karakter.
“Tapi di sekolah tetap harus dikenalkan, jadi tidak bisa juga sekolah menyalahkan rumah, dan rumah menyalahkan sekolah, jadi sekolah juga harus dikenalkan nilai-nalia itu. Lalu setelah di rumah dan di sekolah sudah dikenalkan, di masyarakat juga harus dikenalkan,” kata dia.
Berkaitan dengan tindakan pencegahan kasus perundungan sebetulnya sudah diantisipasi oleh Kemendikbudristek yang mengeluarkan Peraturan Mendikbudristek No. 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Peraturan tersebut sebagai upaya untuk menghapuskan dosa besar pendidikan yang pernah disebut oleh Nadiem Makarim yakni kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi di sekolah.
Secara terpisah, Kepala SMAN 5 Solo, Harmani menerapkan dua tahap yakni pemahaman dan aksi nyata untuk mencegah tindakan perundungan di sekolah.
“Kalau pemahaman tentang perundungan tentu lewat bapak dan ibu guru ke anak-anak, lalu juga lewat seminar karena kebetulan kita sudah menjadi sekolah ramah anak,” kata dia.
Selain itu di sekolahnya terdapat pelatihan untuk 50 siswa sebagai Peer Educator atau pendidik teman sebaya yang memiliki peran untuk memonitoring atau sekadar teman cerita jika terjadi perundungan atau kasus serupa.
“Kemudian yang aksi nyata di setiap upacara kita selalu ingatkan, kemudian lewat pengembangan bakat-minat anak lewat lomba poster anti bullying,” kata dia.
Selain itu pihaknya juga sudah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) untuk menindaklanjuti Permendikbudristek No. 46/2023. “Tim ini setiap hari ada piket dan memantau sekaligus pencegahan,” kata dia.
Lalu untuk menguatkan pada taraf pencegahan, pihaknya juga mengintegrasikan tema anti perundungan ini dengan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di sekolah. P5 merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
Terakhir, pihak sekolah juga setiap semester mengundang orang tua. Tujuannya adalah untuk diberikan pemahaman dan diminta selalu berperan aktif menanamkan nilai kebaikan agar anak terhindar menjadi pelaku perundungan.