Esposin, JAKARTA — Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengimbau adanya pengetatan persyaratan adopsi, terutama bagi warga negara asing (WNA). Hal itu bertujuan meminimalisasi potensi kekerasan pada anak.
Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan proses adopsi umumnya dilakukan berdasarkan kepentingan sosial pengasuhan anak. Namun faktanya seringkali terjadi penyimpangan dari prinsip tersebut, terlebih jika adopsi dikaitkan dengan kemiskinan atau ketidakmampuan orang tua secara ekonomi.
“Undang-undang membolehkan adopsi harus dengan persyaratan yang sangat ketat. Tidak boleh menghilangkan identitas orang tua asli, harus sesuai agama untuk yang terbaik bagi anak,” ujarnya di Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Menurut dia, proses adopi seharusnya menjadi pilihan terakhir untuk membantu kehidupan anak, terlebih adopsi yang dilakukan oleh WNA. Menurut dia, Undang-undang secara tegas menerangkan fakir miskin dan anak telantar seharusnya dipelihara oleh negara.
“Dengan mengalihkan [anak] kepada WNA justru meruntuhkan harkat martabat kemanusiaan,” kata dia.
Untuk menjawab berbagai persoalan yang terjadi pada anak, lanjutnya, pemerintah melalui lembaga terkait perlu melakukan koordinasi untuk menjamin hak dasar anak. Antara lain, Kementerian Pendidikan, Kementerian Ketenagakerjaan, lembaga pranikah, dan lembaga lain.