Esposin, JAKARTA - Kejahatan perdagangan organ manusia mendapat perhatian serius dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sejumlah peraturan internasional telah dikeluarkan terkait kejahatan itu.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Pol. Anang Iskandar. "PBB melalui United Nation Global Initiatif to Fight Human Trafficking menyatakan [penjualan organ] sebagai organized crime," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/2/2016).
Anang mengatakan dari kajian PBB kejahatan tersebut dikategorikan dalam tiga modus operandi. Pertama, pelaku menipu korban agar memberikan organ tubuh.
Kedua, korban secara formal atau informal setuju menjual organ tubuhnya, tapi tidak dibayar sesuai harga yang dijanjikan.
"Ketiga, pelaku memperlakukan korbannya seolah-olah sedang mengalami sakit, padahal tidak. Pelaku lalu mengeluarkan organ tubuh yang diinginkan tanpa sepengetahuan korban," kata Kabareskrim.
Selain itu, sambung Anang, PBB telah mengeluarkan sejumlah protokol internasional terkait standar penanganan perdagangan organ bagi para penegak hukum. Pasal 3 pada Protokol PBB mengatur terkait mencegah, menekan dan menghukum pelaku perdagangan manusia.
"Termasuk pemindahan organ dan penjualannya," kata dia. Anang menambahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) juga memiliki beleid soal transplantasi organ manusia 2001. Organisasi itu menyatakan perdagangan organ tubuh manusia merupakan pelanggaran hak asasi dan martabat manusia.
Protokol lainnya yakni Konvensi Eropa tentang HAM dan Biomedis tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Asal Manusia juga melarang perdagangan organ atau jaringan. Protokol tersebut meminta negara-negara lain memberikan sanksi atas perdagangan itu.
Belum lama ini, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim membongkar kasus penjualan ginjal ilegal di Jawa Barat. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka yaitu Yana Priatna alias Amang, Dedi Supriadi bin Oman Rahman, dan Kwok Herry Susanto alias Herry.
Ketiga pelaku dijerat dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO juncto Pasal 62 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.