JAKARTA--Wakil Presiden Boediono mengakui program kontra radikalisme dan antiterorisme belum efektif, karena belum menyeluruh dan masih menjadi beban lembaga penegak hukum semata.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Wapres menegaskan program pencegahan teroris bukan hanya tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), melainkan seluruh lembaga dan instansi terkait karena program antiterorisme membutuhkan kebijakan yang utuh.
"Kita memang memerlukan program yang utuh untuk mengatasi radikalisasi. Apa yang dilakukan masing-masing instansi sejauh ini terasa tidak cukup karena belum ada rencana aksi bersama yang terkoordinasi dengan sasaran bersama yang jelas," ujar Boediono pada Rapat tentang Program Nasional Kontra Radikal Terorisme, di Kantor Wapres, Senin (10/9/2012).
Pemerintah akan menyusun cetak biru program antiterosime yang melibatkan 24 kementerian/lembaga pemerintahan dan nonpemerintahan.
Boediono mengatakan cetak biru program deradikalisasi ini harus benar-benar tajam mencapai sasaran, agar lebih efektif. Wapres mengatakan penyusunan Program Nasional Kontra Radikal Terorisme ini tidak mendadak dan bukan reaksi atas kejadian yang terakhir di Depok atau Solo.
"Ini adalah program BNPT yang sudah dirancang sejak beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Mengingat pentingnya program ini, Wapres menginginkan kementerian dan lembaga pemerintah lain, di luar BNPT, turut berkoordinasi dan mendukung program ini.
Mekopolhukam Djoko Suyanto mengatakan selama ini memang ada anggapan di masyarakat bahwa program penanggulangan radikalisme dan terorisme adalah tanggung jawab aparat keamanan atau kepolisian semata.
Padahal, lanjutnya, Ini adalah pendapat yang kurang tepat. Aparat kepolisian memang pernah menjalankan program deradikalisasi, namun itu khusus untuk narapidana teroris.
“Tentu, bukan hanya itu program deradikalisasi yang kita harapkan,” kata Djoko.