Esposin, JAKARTA - Penutupan situs-situs yang diduga menyebarkan paham radikalisme dinilai tidak akan efektif karena pemiliknya bisa saja membuka lagi dengan nama dan address yang berbeda.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
"Kalau itu terjadi, pemerintah akan sibuk memantau dan memblokir berbagai situs yang ada. Itu akan sangat melelahkan dan menghabiskan tenaga," kata Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Selasa (31/3/2015).
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut mengatakan lebih arif bila pemerintah memanggil para pemilik situs tersebut untuk dimintai keterangan, terlebih bila memang diduga ikut menyebarkan paham radikalisme.
Apalagi, situs-situs tersebut belum bisa dipastikan berkaitan dengan penyebaran salah satu aliran dan paham tertentu. Selain itu, belum ada bukti pembaca situs-situs tersebut berubah menjadi radikal.
"Membaca informasi dari situs bisa disamakan dengan menonton film. Apakah penonton film perang seketika menjadi tentara siap perang? Lain hal kalau situs itu menimbulkan keresahan di masyarakat. Itu pun kalau ditutup tetap perlu diklarifikasi," tutur dia.
Menurut Saleh, masih banyak situs lain yang lebih penting untuk ditutup, seperti situs-situs yang menyebarkan kebencian antarpemeluk agama. Selain itu, di media sosial juga banyak akun yang sengaja menyebar kebencian.
"Kalau mau diblokir, situs dan media sosial seperti ini lebih penting karena dapat menimbulkan sikap saling curiga dan merusak kerukunan antarumat beragama," katanya.
Diberitakan, Pemerintah kabarnya berencana memblokir 22 situs/website yang berkaitan dengan penyebaran paham radikal. (baca: Kominfo Blokir 22 Website, Ini Daftarnya)
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya akan segera memproses pemblokiran bila ada laporan mengenai laman radikalisme.
Menurut Rudi, laporan dari masyarakat itu penting karena laman yang mengajarkan radikalisme itu tidak selalu terang-terangan dalam tujuan pendirian lamannya dan tidak terdaftar secara khusus sehingga lebih susah dilacak dibandingkan laman lainnya.
Rudi mengatakan pihaknya mendapat permintaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang meminta untuk memblokir sejumlah situs radikalisme.
"Jumlahnya lupa, tapi memang ada permintaan dari BNPT, sudah diproses, cuma hasilnya saya belum tahu," kata dia