Harianjogja.com, JOGJA-Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika tidak bisa dipidana penjara karena yang penting bagi mereka adalah penyembuhan, sehingga jalan keluarnya adalah rehabilitasi.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY Siti Alfiah di sela-sela seminar tentang Rehabilitasi Pengguna Narkotika Dalam Perspektif Hukum di kantor Kejaksaan Tinggi DIY, Rabu (5/11/2014).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Menurut Siti, pengguna narkotika adalah korban yang bisa dikategorikan sakit sehingga butuh penyembuhan melalui rehabilitasi. Upaya rehabilitasi, kata dia, sebenarnya sudah tertuang dalam Undang-undang No. 35/2009. Hanya, pelaksanaan di lapangan belum satu persepsi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Oleh karena itu, terbit Peraturan Bersama (perber) Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala Badan Narkotika Nasional tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabulitasi.
Peraturan tersebut ditandatangani pada Maret 2014 lalu. "Peraturan Bersama ini untuk menyamakan persepsi penanganan hukum bagi pengguna narkotika," kata Siti.
Siti mengatakan, jika seseorang terbukti hanya sebagai pengguna atau bukan pengedar maka ia cukup direhabilitasi. Tentunya, lanjut Siti, rehabilitasi harus dari lembaga yang sudah ditentukan pemerintah.
Untuk DIY tim assesmen untuk menentukan seseorang dikatakan pengguna, pecandu, atau pengedar bisa dilakukan di RS Ghrasia, RSUP DR Sardjito, RS Bhayangkara, Puskesmas Gedongtengen, Puskesmas Banguntapan, dan Puskesmas Umbulharjo.
Ada dua tim assesmen yaitu medis yang terdiri dari dokter ahli jiwa dan dokter ahli psikolog. Sementara asesmen hukum terdiri dari BNNP, polri dan jaksa.
Sementara batasan pecandu yang masuk kategori rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial jika tersangka/terdakwa saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti tidak melebihi dari satu gram untuk sabu-sabu, ekstasi 2,4 gram, ganja lima gram, kokain 1,8 gram, heroin 1,8 gram dan morfin 1,8 gram.
"Selain upaya rehabilitasi pecandu. Terhadap pengedar juga ada rehabilitasi namun dilakukan di dalam lapas. Setelah rehabilitasi pengedar tetap harus menjalani proses hukum sesuai putusan pengadilan," papar Siti Alfiah.
Siti menambahkan, jika ada pecandu yang belum tertangkap polisi bisa langsung mendatangi rumah sakit rujukan rehabilitasi sehingga nantinya polisi tidak bisa menangkap dengan adanya kartu khusus yang dikeluarkan tim assesmen bahwa yang bersangkutan dalam pengawasan.
"Tapi kalau sudah tiga kali penangkapan maka kartu tidak berlaku lagi rehabilitasi melainkan proses hukum," tandas Siti.
Sementara Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DIY Purwanta Sudarmadji mengatakan, peraturan bersama penanganan pecandu narkoba itu sebagai petunjuk teknis di tingkat penyidik, penuntutan, persidangaan dan pemidanaan tentang penanganan korban penyalahgunaan narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi.
Dalam seminar tersebut, selain BNN juga hadir juga menjadi pembicara yaitu Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DIY Etty Kumowati, Ahli Kejiwaan Ghrasia Arsanti, Ahli Pidana UGM Herry Firmansyah, dan jajaran Kejaksaan Tinggi, serta Kejaksaan Negeri se-DIY.