Esposin, JAKARTA -- Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai Pansus Angket KPK telah membangun citra seolah-olah napi koruptor sebagai orang yang teraniaya, dengan mendatangi lembaga pemasyarakatan (LP) tempat narapidana koruptor.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
"Pansus Angket KPK lebih jauh terkesan membangun pencitraan bahwa koruptor-koruptor itu orang-orang teraniaya," tegas Didi di Jakarta, Jumat (7/7/2017), dikutip Esposin dari Antara.
Sebelumnya, Pansus Angket KPK menemui napi korupsi di LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/7/2017). Pansus menanyakan kepada para napi bagaimana proses penyidikan yang dilakukan KPK terhadap mereka.
Perwakilan Pansus angket KPK yang datang ke LP Sukamiskin adalah Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa dan anggota Pansus Angket KPK Muhammad Misbakhun. Didi mengingatkan masyarakat tidak bodoh dan dari hari ke hari tidak lelah mengkritik aksi Pansus Angket KPK. Sepak terjang dan pergerakan Pansus Angket dinilai semakin tidak jelas.
"Namun sepertinya telinga mereka [Pansus] sudah tertutup dan tidak peduli lagi dengan suara-suara masyarakat tersebut. Dan dengan kasat mata makin terbaca Pansus Angket KPK sarat kepentingan politiknya," kata Didi.
Menurut Didi, dengan mendatangi LP koruptor dan bertanya ihwal proses penyidikan kepada para napi, kerja Pansus Angket KPK DPR terlihat terlalu jauh ingin masuk ke ranah penegakan hukum yang sudah final dan selesai.
"Apa yang telah dilakukan mereka dengan menemui para narapidana korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap terlalu jauh, dan mereka mengangkat dan memberi kesan seolah-olah para napi tersebut lebih banyak dilanggar hak-haknya ketimbang perbuatan tercelanya yang sudah merugikan negara dan rakyat karena korupsi-korupsi tersebut," tegas dia.
Menurut Didi apa yang dilakukan oleh Pansus Angket KPK kian memperjelas bahwa langkah tersebut sudah melampaui batas dan dapat dikategorikan mengintervensi penegakan hukum yang sudah final dan mengikat tersebut.
"Niat Pansus Angket mencari-cari bukti dan kelemahan KPK di lapas makin tidak jelas arah dan tujuannya. Bukankah koruptor ada di Lapas justru karena kekuatan dan keberhasilan KPK. Apakah logika kami yang salah, lalu logika Pansus Angket yang benar, mari tanyakan pada rakyat," ujar Didi.
Dia mengingatkan bahwa seorang terpidana korupsi pada umumnya telah melewati proses hukum yang panjang, dimulai melalui proses penyidikan di KPK, berlanjut di pengadilan negeri, proses banding hingga kasasi. "Mengapa pansus KPK ini tetap ngotot dengan arah yang makin tidak jelas pula. Kalau terus begini maka kemarahan besar publik tinggal menunggu bom waktu," ujarnya mengingatkan.