Esposin, JAKARTA - Laporan Panama Papers menyita perhatian berbagai kalangan, tak terkecuali Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Menanggapi hadirnya laporan internasional yang melampirkan sejumlah tokoh pengusaha nasional, Kalla menilai nama-nama tersebut tidak berarti otomatis melakukan kejahatan keuangan atau kejahatan perpajakan.
Menurut dia, sama halnya dengan seseorang yang pergi ke luar negeri sengan berbagai tujuan. Ada yang untuk berlibur, keperluan bisnis, atau sengaja sembunyi takut dihukum karena melakukan pelanggaran.
"Kalau begitu yang salah kan cuma yang terakhir [sembunyi], sedangkan jalan-jalan atau bisnis tidak ada salahnya," jelasnya, Kamis(7/4/2016).
Pemerintah, sambungnya, hanya akan menggunakan data tersebut untuk memeriksa kebenaran jika memang benar-benar terindikasi kejahatan. Kalau persoalannya adalah kewajiban pajak, maka sesuai rencana kebijakan pemerintah akan diyerapkan sistem pengampunan pajak.
Panama Papers sendiri merupakan jutaan dokumen terkuak di publik setelah perusahaan offshore di Panama, yakni Mossack Fonseca & Co., yang dibongkar oleh Konsorsium Jurnalis Investigatif Internasional (ICIJ) mengenai individu dan entitas bisnis yang memanfaatkan perusahaan offshore untuk menghindari pajak dan melakukan pencucian uang.
Dalam Panama Papers, terungkap 11,5 juta rekaman yang merentang hingga 40 tahun lamanya, melibatkan 214.000 entitas offshore, 500 bank berskala internasional, serta individu dan perusahaan di 200 negara di seluruh dunia. Hingga laporan ini diturunkan, belum didapatkan temuan mengenai individu maupun entitas yang berasal dari Indonesia.