CIREBON—Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta pemerintah mengkaji ulang kewajiban membayar pajak bagi umat Islam, jika dana hasil pajak itu terus menerus dikorupsi.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Ketua PBNU Said Aqil Siroj mengatakan Islam tidak mewajibkan umatnya untuk membayar pajak, namun wajib membayar zakat. Warga NU dan masyarakat luas patuh membayar pajak selama ini karena diatur dalam undang-undang, dan PBNU tunduk terhadap aturan dan pemerintah.
“Namun, ketika pajak banyak dikorupsi, maka ketaatan kita perlu ditinjau ulang. Kewajiban membayar pajak harus ditinjau ulang,” katanya saat membuka Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Cirebon, Sabtu (15/9/2012).
Said mengatakan dalam pertemuan ini PBNU akan menghadirkan sejumlah ahli untuk mengkaji seberapa banyak pajak dikemplang dan bagaimana terhadap hukum-hukum agama yang ada.
“Seberapa jauh pajak dikemplang, nanti dikaji, termasuk hukum dan kewajibannya,” kata Said.
Selain membahas masalah pajak, Konbes NU juga akan mengkaji fatwa atau aturan mengenai sumbangan atau shadaqah untuk kepentingan pencalonan dalam pilkada. Selama ini, lanjutnya, banyak calon gubernur, calon bupati dan calon legislatif memberikan sumbangan untuk mesjid dan musala namun meminta imbalan untuk dipilih.
“Ini juga akan diatur dan dilihat hukumnya,” ujar Said.
Namun, Said menegaskan jika pertemuan ulama ini tidak bertujuan untuk menjatuhkan pemerintah. Munas Alim Ulama dilakukan untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan masyarakat luas.