Esposin, SOLO—Puisi bisa mengambil peran untuk menjaga, memelihara, dan merawat kebinekaan Indonesia yang saat ini terancam perpecahan. Hal ini terungkap dalam Diskusi dan Temu Sastra Merawat Kebhinekaan Bengkel Sastra Indonesia untuk Komitmen Pengarang di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Rabu (12/7/2017).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Diskusi yang digelar Balai Bahasa Jawa Tengah bekerja sama dengan FIB UNS ini menghadirikan penyair Sosiawan Leak dan Wijang Wharek Al Ma’uti. Selain melalui dunia pendidikan, forum-forum lintas agama, pemberdayaan kantung-kantung politik, kebudayaan, dan lainnya, menurut Wijang Wharek, sastra khususnya puisi bisa mengambil peran merawat kebinekaan.
Puisi, lanjut dia, merupakan kristalisasi dari pikiran dan perasaan yang merupakan respons seorang penyair terhadap sisi-sisi kehidupan. “Kita bisa memosisikan puisi sebagai media untuk merawat kebinekaan yang saat ini mendapat tantangan dan ancaman,” kata dia.
Pria kelahiran Demak ini menyatakan banyak permasalahan kebinekaan yang bisa digali, direnungkan, dihayati, dan kemudian ditungkan dalam bentuk puisi. Contohnya persoalan toleransi beragama. Penyair dapat menciptakan puisi yang memuat pesan perlunya toleransi beragama.
“Puisi dapat dijadikan media untuk merawat kebinekaan bangsa Indonesia,” kata pria berambut gondrong ini. Wijang menambahkan puisi diminati banyak orang seperti yang jamak dituangkan di media Facebook. “Jadi media media sosial bisa digunakan sebagai penyalur pesan kebinekaan,” kata dia.
Penyair asal Solo, Sosiawan Leak, mengatakan puisi yang berupa teks bisa menjadi spirit merawatan kebinekaan. Untuk media penyampaiannya bermacam-macam seperti panggung sampai media sosial Facebook.
“Bila semua konsisten, seperti agama ya untuk agama, politik ya untuk politik, tidak akan ada perpecahan,” kata dia. Tuhan, imbuh Sosiawan, menciptakan manusia dalam keberagaman, semisal tubuh manusia seperti tangan, kaki, kepala, mata yang berbeda fungsinya, namun harmoni. “Sebenarnya bila semua menjalankan maqam dan fungsinya masing-masing selesai. Tidak perlu perpecahan,” kata dia.
Sementara itu, Suryohardono dari Balai Bahasa Jawa Tengah, akan menerbitkan buku antologi puisi merawat kebinekaan. “Mahasiswa dan dosen yang hadir dalam acara diskusi ini bisa mengirimkan puisi bertema merawat kebhinekaan ke shandono78@gmail.com,” ujar dia.