Esposin, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menilai cuti melahirkan hingga maksimal enam bulan dalam Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) membutuhkan kesediaan semua pihak, terutama dunia usaha.
"Jadi [hak cuti melahirkan] ini memang butuh kesediaan semua pihak, terutama pelaku dunia usaha untuk menerima dengan lapang dada," kata Muhadjir saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/7/2024) seperti dilansir Antaranews.
Pernyataan Muhadjir tersebut menanggapi dunia usaha yang mempertimbangkan untuk mengurangi pegawai perempuan dalam proses rekrutmen perusahaan.
Wacana tersebut muncul, karena UU KIA dalam salah satu pasalnya memberikan fasilitas hak cuti melahirkan untuk ibu berstatus pekerja selama maksimal enam bulan, sehingga dapat mengurangi produktivitas kerja.
Menurut Muhadjir, kebijakan tersebut tentu tidak berpihak pada dunia usaha, namun pemerintah menilai hak cuti melahirkan untuk ibu pekerja bertujuan mempersiapkan generasi emas Indonesia.
Pada sisi lain, Muhadjir juga mengakui kebijakan tersebut tentu mengurangi produktivitas ibu pekerja di tempat perusahaannya bernaung.
"Ini kan ada tujuan lebih urgent gitu ya daripada kepentingan jangka pendek. Saya tahu itu akan mengurangi produktivitas. Tapi kan produktivitas itu tidak hanya bisa diukur dari jam kerja kan, tapi juga tingkat intensitas dan kualitas ketika dia bekerja itu," kata Muhadjir.
Muhadjir menambahkan cuti melahirkan untuk ibu menyusui juga akan membuat sang ibu bekerja lebih maksimal, karena anak tumbuh dalam pengasuhan orang tua langsung.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta pada 2 Juli 2024.
UU tersebut memuat sejumlah hak ibu yang berstatus sebagai pekerja, salah satunya berkaitan dengan hak cuti pascamelahirkan maksimal selama enam bulan.
Pasal 4 ayat 3 memuat hak cuti paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika sang ibu terdapat kondisi khusus, seperti mengalami masalah kesehatan, komplikasi pascapersalinan, atau anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berharap agar pengusaha tidak mempermasalahkan aturan cuti melahirkan maksimal enam bulan bagi pekerja perempuan.
Menurutnya, kebijakan cuti melahirkan enam bulan yang tercantum dalam UU nomor 4 tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan itu diteken untuk melindungi perempuan.
Orang nomor satu di Indonesia itu meminta agar pengusaha tak menjadikan aturan tersebut dalam upaya mempertimbangkan keputusan terhadap perekrutan pegawai wanita ke depan.
“Kami harapkan [pengusaha] tidak [menolak] seperti itu, karena apa pun kita harus menghargai perempuan, ibu mengandung, dan diharapkan bayi yang dilahirkan sehat,” katanya kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Senin (8/7/2024).
Dia melanjutkan UU yang diteken langsung olehnya pada 2 Juli 2024 itu dimaksudkan agar ibu yang mengandung dapat mempersiapkan kelahirannya dengan baik.
“Jadi, kalau diberikan cuti seperti iyu saya kira untuk mempersiapkan kelahiran dan merawat bayinya, saya kira [aturan] ini sangat manusiawi,” tandas Jokowi.