Esposin, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan tetap akan melanjutkan deregulasi peraturan daerah yang dinilai menghambat investasi, kemudahan berusaha, dan pelayanan publik. Pasalnya, putusan untuk perkara MK No. 137/2015 tidak mencabut wewenang pemerintah pusat dalam membatalkan peraturan daerah.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
“Setelah kami baca putusan MK No 137/PUU- XIII/2015 yang membatalkan pasal 251 ayat 2, 3, 4, dan 8 [UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah] saja. Artinya yang dilarang [adalah] Gubernur membatalkan perda kabupaten/kota. Yang penting, Mendagri masih boleh membatalkan Perda provinsi dan kabupaten/kota,” kata Tjahjo, Kamis (6/4/2017).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya mengabulkan permohonan untuk menguji sejumlah pasal UU Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten (Apkasi).
Dia menjabarkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu tegas dalam melakukan pengendalian terhadap peraturan daerah. Hal itu untuk menjamin ketaatan dan kepatuhan dengan peraturan yang lebih tinggi dan memotong birokrasi.
Adapun, lanjutnya, deregulasi akan dilakukan terhadap perda-perda yang meyulitkan kepentingan masyarakat umum guna meningkatkan pertumbuhan daerah.
Mendagri menyebutkan, Pemerintah Pusat melakukan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap peraturan keuangan daerah. Pemantauan dan evaluasi tersebut mencakup perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perda Penyertaan Modal serta perda Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah. Selain itu, Tjahjo mengungkapkan aspek pokok adalah pemantauan terhadap rancangan Perda APBD dan pertanggungjawaban terhadap APBD setiap tahunnya. “Kemendagri selalu pihak melakukan evaluasi setiap tahun atas Rancangan perda APBD kabupaten/kota se-Indonesia, APBD-Perubahan dan Pertanggungjawaban APBD belum termasuk Kab/Kota oleh Provinsi. [Jumlahnya] 34 [provinsi] dikali 3 [perda] menjadi 102 perda.”