Akibat semburan itu, puluhan ribu bangunan di 16 desa yang berada di tiga kecamatan tenggelam dalam lumpur. Bau yang sangat menyengat pun masih terus menusuk hidung sampai saat ini.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
Dihimpun Esposin dari berbagai sumber, Kamis (7/10/2021), sejumlah ilmuwan memprediksi semburan lumpur panas Lapindo akan berlangsung selama puluhan tahun. Kepala Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS), Jefry Recky Pattiasina, mengatakan menurut sejumlah ahli geologi, semburan ini akan berlangsung hingga 40 tahun.
Jika prediksi itu benar dan saat ini sudah lewat 15 tahun, maka masih 25 tahun lagi sampai semburan itu berhenti.
Baca juga: Rekor! Lumpur Lapindo Jadi Bencana Metana Terbesar di Bumi
Pada puncaknya nanti, volume lumpur yang disemburkan bisa setara dengan 32 kolam renang olimpiade tau sekitar 80.000 meter kubik setiap hari.
Adriano Mazzini, seorang ahli geologi dari Oslo University menyatakan pada Februari 2021 berdasarkan data penelitiannya, aliran Lumpur Sidoarjo melepaskan 100.000 ton metana setiap tahun ke atmosfer.
Hal ini membuat semburan lumpur Lapindo menjadi yang tertinggi di Bumi. Bencana ini pun memecahkan rekor sebagai sumber metana terbesar di Bumi.
Fakta tersebut dijelaskan dalam artikel jurnal bertajuk Relevant Methane Emission to the Atmosphere from a Geological Gas Manifestation yang dirilis jurnal Scientific Report pada 18 Februari 2021.
Para peneliti menyebutkan bahwa semburan lumpur Lapindo memecahkan rekor sejarah gas metan tertinggi di Bumi yang menyumbang efek gas rumah kaca dan bencana hidrometeorologi di Indonesia.
Baca juga: Tikungan 10 Andalan Sirkuit Mandalika, Istimewa Pol
Dampak Semburan Lumpur Lapindo
Berdasarkan penelitian tersebut, emisi gas metan dari semburan lumpur Lapindo berimbas pada lonjakan suhu Bumi yang menyebabkan krisis iklim semakin buruk.Sejumlah warga yang tinggal di sekitar lokasi semburan mengaku aliran lumpur menyebabkan suhu meningkat, sehingga udara terasa panas. Hal ini sesuai dengan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menunjukkan suhu di Sidoarjo mengalami peningkatan kurang dari 1 derajat celsius selama 15 tahun terakhir. Selain itu semburan lumpur juga memicu bencana lainnya, salah satunya banjir.
Semburan lumpur Lapindo setidaknya mengganggu kehidupan 60.000 orang. Mereka terpaksa mengungsi akibat bencana yang muncul setelah pengeboran sumur milik PT Lapindo Brantas.
Sampai saat ini penyebab utama munculnya semburan lumpur di Sidoarjo itu masih menjadi perdebatan para ahli geologi dunia. Ada yang berpendapat bencana ini disebabkan kesalahan teknik eksplorasi gas oleh PT Lapindo Brantas. Ada pula yang menyebutkan semburan lumpur ini sebagai bencana alam yang dipengaruhi gempa bumi di Bantul, DIY, dua hari sebelumnya.
Baca juga: Ada Menara Eiffel di Rawa Pening, Tak Perlu ke Paris Gaes
Dikutip dari laman ppdas.geo.ugm.ac.id, lumpur Sidoarjo alias Lusi atau disebut pula dengan lumpur Lapindo merupakan hasil proses struktural gunung api lumpur atau mud volcano yang merupakan bentukan esktrusif erupsi lumpur dengan kandungan air dan gas metan yang tinggi.
Sebelum mengalami erupsi, mud volcano berupa mud diapir, yaitu intrusi dari lumpur atau batuan serpih yang mengganggu lapisan yang lebih rapat di atasnya akibat daya apung dan tekanan turunannya.
Lumpur berasal dari sedimen batuan serpih muda, tebal, dan bersifat plastis yang terdeposisi secara cepat pada zona depresi.
Baca juga: Melihat Keindahan Wisata Bawah Laut Grand Watu Dodol Banyuwangi Jatim
Sidoarjo terletak pada zona depresi Kendeng yang merupakan kelanjutan dari zona Bogor-Serayu Utara. Material pada zona ini berasal dari material laut dangkal, material vulkanis dari jajaran gunungapi kwarter dan batuan sedimen kapur dari pegunungan selatan.
Lumpur Lapindo merupakan salah satu dari beberapa mud diapir dan volcano yang terbentuk di Zona Kendeng bagian timur.