JAKARTA- Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto paham dengan jiwa korsa dalam kesatuan. Namun jiwa korsa justru jangan sampai digunakan untuk sesuatu yang melanggar hukum.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Di dalam dunia militer, jiwa korsa memang sudah ditanam sejak tingkat awal. Kemampuan senjata serta pelatihan mutlak harus dibarengi dengan semangat tersebut.
"Sejak di awal militer, siswa sudah diajari jiwa korsa, itu suatu persyaratan dalam peperangan," kata Endriartono saat berbincang, Sabtu (6/4/2013).
Namun Endriartono mewanti-wanti agar semangat itu tidak diartikan secara sempit. Terlebih lagi sampai dianggap pembenaran untuk melanggar hukum.
"Jangan diartikan sempit dalam segala hal, mereka jadi bisa berbuat apa saja, terlebih melakukan pelanggaran hukum," tegas Endriartono.
Untuk itu, menjadi sebuah kewajiban para pemimpin kesatuan untuk bisa membenahi pemahaman jiwa korsa yang sebenarnya. "(Jiwa korsa) diperlukan bukan untuk sesuatu yang negatif," sambungnya.
Endriartono juga tidak setuju jika semangat untuk menumpas premanisme dilakukan dengan cara seperti yang terjadi di LP Sleman. "Caranya bukan seperti itu," tandasnya.
Penyerangan LP Cebongan Sleman terjadi, Sabtu (23/3) lalu. Dalam jumpa pers, tim investigasi TNI AD menyatakan, pelaku penyerangan adalah oknum Kopassus. Mereka bergerak spontan karena mengetahui temannya dibunuh 4 tersangka yang dititipkan di LP.
Simak berita selengkapnya: http://digital.espos.id/file/06042013/