Harianjogja.com, BANTUL-Menurut Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan kesalahan terbesar dalam
penerapan kurikulum 2013 itu adalah bahwa pemerintah ketika itu tak melihat dengan detail kondisi lapangan.Ia menilai, kondisi sekolah di Indonesia sangat beragam. Kondisi sekolah yang ada di Pulau Jawa kondisinya sangat berbeda dengan sekolah yang ada di Luar Jawa, baik dari aspek kesiapan infrastruktur fisik seperti bangunan dan buku pelajaran, hingga kesiapan tenaga pengajar.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Dalam penerapan kurikulum baru, tak bisa dilakukan semudah membalikkan telapak tangan. Tak bisa dilakukan hanya cukup dengan training tenaga pengajar melalui penataran saja. Sebagai penggantinya, ia akan menerapkan pola magang kepada tenaga pengajar.
"Saya tidak bisa mengatakan berapa bulan, berapa tahun lamanya mereka magang. Sekali lagi, itu melihat kondisi lapangan dulu," tegasnya.
Untuk itu, pihaknya juga perlu menyamakan antara desain kurikulum dengan implementasinya. Dengan begitu, ia berharap suksesnya sebuah kurikulum tidak lagi hanya diukur dengan kalkulasi statistik saja, melainkan juga kondisi riil di lapangan.
Sementara terkait dengan gugatan Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), ia mengaku tak begitu mempersoalkan. Pasalnya, terkait dengan buku ajar, pihaknya berjanji tidak akan membuang begitu saja, melainkan hanya menyimpannya untuk sementara.
"Jadi biar kami fokus pada lay out desain kurikulum ini dulu. Buku ajar yang sudah ada, disimpan dulu, kalau memang nanti masih sesuai dan layak dipakai, ya dipakai lagi," imbuhnya.