Esposin, LIMA -- Negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat menggunakan seluruh alat kebijakan ekonomi, baik moneter, fiskal, dan reformasi struktural demi memperkuat sisi permintaan dan penawaran yang memburuk. Kesepakatan itu diungkapkan Presiden Peru, Pedro Pablo Kuczynski, dalam Deklarasi Pemimpin Negara Anggota APEC 2016, Minggu(20/11/2016) waktu setempat. Terkait kebijakan moneter dan nilai tukar, dia menegaskan negara anggota APEC berkomitmen menahan diri dari devaluasi kompetitif, menolak segala bentuk proteksionisme, dan tidak menargetkan nilai tukar untuk tujuan kompetitif.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
“Kami tegaskan bahwa volatilitas berlebihan dan pergerakan yang tak terkendali dari nilai tukar mata uang, dapat memberikan implikasi yang merugikan bagi stabilitas ekonomi dan keuangan,” ungkap Kuczynski.
Krisis ekonomi 2008 dianggap telah membuat pemulihan ekonomi yang lambat, serta membuat pertumbuhan ekonomi yang rendah dan tidak merata. Tak hanya itu, kondisi sektor keuangan juga tidak stabil, harga komoditas rendah, meningkatnya ketimpangan ekonomi, tantangan lapangan kerja, dan pertumbuhan perdagangan global yang rendah.
Karena itu, negara anggota APEC menegaskan kembali peran penting dari saling memperkuat kebijakan untuk menunjang upaya mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Beberapa waktu lalu, guna mengatasi perlambatan ekonomi, China secara kontroversial melakukan devaluasi atau penurunan mata uang yuan. Hal itu dimaksudkan untuk memacu ekspor barang dari negara itu. Namun, hal itu juga dinilai memicu terjadinya perang mata uang (currency war). Di sisi lain, dolar AS terus menguat dan menekan sejumlah mata uang Asia, termasuk rupiah.