Esposin, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sedang mencari bukti pendukung dugaan predatory pricing yang dilakukan jasa transportasi angkutan berbasis aplikasi online. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengaku telah mendapatkan laporan tersebut dari masyarakat, namun komisi itu masih butuh penelitian.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Adapun, tim investigator telah bergerak dan melakukan penelitian terkait laporan tersebut. "Kami akan teliti lebih jauh lagi, seberapa kuat tuduhan itu memiliki bukti-bukti," kata Syarkawi kepada Bisnis/JIBI, Jumat (24/3/2017).
Adapun, predatory pricing merupakan upaya penetapan tarif di bawah harga pasar yang dilakukan pelaku usaha, sehingga menyebabkan pelaku usaha lain merugi dan akhirnya tersingkir. Dia menambahkan KPPU perlu mengetahui struktur biaya yang membebani jasa transportasi angkutan online secara terperinci?.
Tidak menutup kemungkinan operator online tersebut memang berhasil berlaku efisien sehingga tarif yang ditetapkan menjadi lebih murah. Namun, bisa saja ada tindakan yang sengaja dilakukan oleh operator angkutan online untuk merebut pangsa pasar angkutan konvensional yang selama ini beroperasi.
Jika benar terjadi, predatory pricing akan membuat operator transportasi konvensional bangkrut dan kehilangan pengguna. Direktur Penindakan KPPU Goprera Panggabean mengatakan tim sudah mengundang beberapa operator taksi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informasi.
“Informasinya masih tahap klarifikasi laporan,” ujarnya. Baca juga: Periksa Gojek, KPPU: Tak Ada yang Bunuh Angkutan Konvensional.
Terpisah, Sekjen Organda Ateng Aryono mengatakan langkah penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU berdasarkan fakta yang ada. Menurutnya, sesungguhnya angkutan saling komplementer, tetapi kenyataanya saling head to head, dengan harga yang murah, atas nama pelayanan.
“Contohnya, sekarang taksi di DKI yang beroperasi hanya 50%, dari situ, okupansinya 30-40%,” ujarnya. KPPU mulanya menduga bahwa penetapan tarif murah oleh sejumlah operator angkutan online tersebut merupakan bentuk promosi sementara guna menjaring pangsa pasar. Namun, tarif murah nyatanya masih diberlakukan hingga saat ini.