Esposin, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta melakukan kajian ulang atas hasil evaluasi dengar pendapat (EDP) terhadap 10 stasiun televisi besar Indonesia. Hal ini terkait perpanjangan izin penyiaran stasiun-stasiun televisi tersebut.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Kesepuluh stasiun televisi tersebut adalah ANTV, GlobalTV, Indosiar, MetroTV, MNCTV, RCTI, SCTV, TransTV, Trans7, dan TV One. Izin penyiaran stasiun-stasiun televisi itu akan habis pada akhir 2016.
Namun, evaluasi dengar pendapat (EDP) yang sudah dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada 10-17 Mei 2016 dipandang tidak maksimal oleh Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP). KNRP menganggap EDP tidak berlandaskan track record pelanggaran atau teguran yang pernah diterima masing-masing stasiun televisi, porsi muatan lokal hanya disinggung sekilas, dan tidak ada pembatasan kepemilikan media.
Akademisi UI dan anggota KNRP Ade Armando mengatakan pihaknya akan segera menyampaikan hasil evaluasi mereka atas hasil EDP kepada DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kami akan sampaikan keluhan ini kepada KPI dan mudah-mudahan DPR dengar. Kemenkominfo juga diharapkan tidak membiarkan KPI selesai dengan EDP,” tuturnya dalam konferensi pers Evaluasi Terhadap Proses Perpanjangan Izin Sepuluh Stasiun Televisi Swasta Yang Dilakukan KPI, Rabu (25/5/2016).
Ade menuturkan KPI tidak menggunakan rapor masing-masing stasiun televisi ketika melakukan EDP. Padahal, daftar teguran atau pelanggaran yang dilakukan mestinya menjadi salah satu referensi utama dalam keputusan perpanjangan izin.
Demikian juga dengan porsi muatan lokal di mana tiap stasiun televisi mesti mengembangkan jaringan stasiun televisi lokal yang menyiarkan muatan lokal. “Padahal, KPI sendiri pernah melakukan penelitian yang menunjukkan bagaimana sampai saat ini, mayoritas televisi swasta tidak menerapkan hal itu,” tukasnya.
Secara keseluruhan, terdapat sembilan kesimpulan yang disampaikan KNRP. Di luar tiga hal tadi, kesimpulan lainnya adalah EDP dinilai hanya formalitas. KPI dipandang tidak berusaha mensyaratkan komitmen stasiun televisi swasta untuk menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas pertama, dan KPI tidak memaparkan masukan publik yang sudah dihimpun sejak awal tahun lalu.
KPI juga dinilai tidak cukup kritis dalam bertanya saat proses EDP. KPI dianggap tidak mempersiapkan diri secara maksimal untuk melakukan EDP karena tidak mencantumkan hal yang mencakup kepentingan propaganda politik, perlindungan anak dan remaja dari tontonan tidak sehat, serta pelanggaran ruang pribadi masyarakat.
KNRP juga memandang tidak ada panduan sistematis dalam proses EDP sehingga pertanyaan yang diajukan berbeda bergantung pada komisioner yang hadir. Terakhir, berita acara EDP tidak memuat secara lengkap pembicaraan dan komitmen penting yang disampaikan sehingga berita acara diminta untuk dipublikasikan secara terbuka.
Anggota KNRP dan Ketua Yayasan Pengembangan Media Anak B. Guntarto menambahkan tidak adanya pertanyaan mengenai struktur kepemilikan atau permodalan stasiun televisi swasta. Dia menyebut adanya kelompok bisnis yang memiliki saham hingga 99,99% di beberapa stasiun televisi. “Hal ini melanggar pasal tentang pembatasan kepemilikan media,” papar Danang.
Pasal 18 ayat 1 UU Penyiaran menyatakan pemusatan kepemilikan dan penguasaan LPS oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Sayangnya, pihak KPI belum memberikan komentar terkait hal ini. Pesan singkat dan telepon Bisnis/JIBI kepada ketua dan beberapa komisioner KPI belum mendapat respons.