Esposin, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan menghadirkan tujuh saksi dalam sidang ketiga tindak pidana korupsi pengadaan paket e-KTP tahun anggaran 2011-2012 pada Kamis (23/3/2017).
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
"Besok rencana akan dihadirkan tujuh orang saksi termasuk satu orang saksi yang belum sempat diperiksa pada persidangan kedua yang lalu," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Terkait pemeriksaan tujuh orang saksi, Febri mengatakan KPK akan masih mendalami proses penganggaran dalam proyek e-KTP tersebut. "Unsur-unsur saksi adalah dari Kementerian dan DPR jadi kami masih mendalami dari dua unsur sumber saksi tersebut," ucap Febri.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Kamis (16/3/2017) lalu, jaksa KPK menghadirkan delapan saksi. Namun satu saksi yakni mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak hadir. Sedangkan satu lagi lainnya yakni mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri Rasyid Saleh terlambat sehingga kesaksiannya ditunda pada 23 Maret besok.
Karena itu, majelis hakim yang diketuai John Halasan hanya mendengar keterangan enam saksi, yakni mantan Mendagri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Angraeni, Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010 Yuswandi A Temenggung, mantan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri Elvius Dailami, anggota DPR Chaeruman Harahap, dan pengusaha Winata Cahyadi.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp5,95 triliun.