Esposin, SOLO--Sekitar 5.000 koperasi yang ada di Jawa Tengah (Jateng) terancam ditutup paksa pada 2015. Ribuan koperasi tersebut harus ditutup lantaran lembaga yang menjadi induk mereka melakukan penyederhanaan struktur organisasi.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Ketua Dewan Koperasi Indonesia Wilayah (Dekopinwil) Jawa Tengah, Warsono, mengatakan penutupan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan koperasi. Hal ini karena penyederhaan struktur organisasi mengharuskan koperasi tutup, sehingga bergabung ke koperasi lain yang menjadi induknya.
Namun demikian, dia juga tidak memungkiri masih banyak koperasi yang gulung tikar akibat tidak mampu menjalankan fungsi dengan baik. Mayoritas koperasi mati suri karena faktor yang menghambat perkembangan usaha mereka.
“Sekitar 5.000 koperasi terancam dihapus dan tinggal papan nama di Jateng. Sebenarnya ini bukan kesalahan koperasi karena banyak lembaga yang merestrukturisasi organisasi. Tetapi, ada juga yang tutup karena gulung tikar,” ujarnya saat ditemui Esposin seusai menjadi pemateri dalam Seminar Memperbaiki Sistem Pengelolaan Koperasi untuk Mewujudkan Masyarakat Bangga Berkoperasi di Graha Waris Sejahtera Solo, Rabu (11/11/2015).
Selain masalah penutupan, Dekopinwil saat ini juga dihadapkan dengan banyaknya koperasi yang belum menanamkan nilai dan prinsip koperasi secara benar. Setidaknya, ada 20 kelemahan koperasi yang harus dioptimalkan kembali sesuai perannya. Kelemahan itu di antaranya minimnya kesadaran akan pemahaman koperasi, tujuan, keterpaduan, kerja sama, otonomi dan kebebasan, kemajuan, komitmen, dan rasa hormat.
“Selama ini, masih banyak koperasi yang sistemnya berbentuk seperti badan usaha. Seharusnya, koperasi itu sistemnya ya mengacu pada nilai dan prinsip koperasi yang melihat kesejahteraan anggotanya, bukan berorientasi pada profit dan kemegahan semu,” katanya.
Melalui seminar tersebut, dia berharap sistem pengelolaan koperasi kembali pada yang semestinya. Hingga saat ini, dia mencatat ada sekitar 27.000 koperasi yang ada di Jateng. Namun sebagian koperasi sistem pengelolaannya masih banyak yang mengejar keuntungan.
Sementara, Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kota Solo, Bambang Widarno, menuturkan koperasi berkembang pesat di kota bengawan. Namun demikian, hal itu tidak dibarengi dengan kualitas pengelolaan dan sumber daya manusia yang baik.
“Koperasi secara kuantitas berkembang banyak, tetapi tidak dibarengi dengan kualitas. Padahal, kualitas ini sangat penting,” katanya kepada Esposin seusai seminar di lokasi, Rabu.
Hingga saat ini, koperasi yang tergabung dalam Dekopinda Solo ada sekitar 200 koperasi. Namun, yang aktif hanya sekitar 130 koperasi.