Seperti yang dilakukan seorang pelaku UMKM lulusan Sekolah Menengah Pertanian (SMP) Kedawung, Sragen. Dengan modal pas-pasan, Sugimin mendirikan konveksi dan boardir komputer mulai dari nol sampai sekarang produksinya mampu menembus pasar luar negeri. Memang, upaya Sugimin mendirikan Konveksi dan Bordir Komputer Kusuma Teratai di Masaran ternyata tak semudah membalikan telapak tangan. Dengan modal keringat sendiri, mulai 2001 dia memulai usaha dengan menawarkan produk ke luar Jawa. Semula dia hanya mengambil barang di Pasar Klewer, Solo kemudian menjualnya ke luar Jawa. Dengan usaha kecil-kecilan, dia berhasil menggandeng sebanyak tujuh orang karyawan untuk membantu memroduksi dan memasarkan produk ke luar Jawa.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Namun ujian datang dari Tuhan kepada pria kelahiran Sragen, 17 Agustus 1967 lalu. Usaha yang dirintisnya gulung tikar dengan total kerugian mencapai Rp70 juta. Namun ia tak menyerah. Otaknya pun berputar untuk mengembalikan kerugian itu. Mantan manager sebuah perusahaan swasta di Batam ini berspekulasi meminjam uang ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk membeli 24 unit mesin jahit. Meskipun sudah merugi dari usaha konveksi, ternyata Sugimin tak kapok. Dia bangkit lagi dengan pengalaman pahitnya itu.
“Saya terus berusaha semaksimal mungkin. Saya sendiri yang menjadi marketing produk seragam sekolah ke luar Jawa. Dari satu pulau ke pulau lainnya. Apalagi didukung sang istri yang juga asli Batam. Dari usaha mengambil bahan ke Pasar Klewer, saya ubah dengan mengambil bahan mentah kemudian saya olah dengan mengandalkan 24 mesin jahit,” kisah Sugimin.
Dengan semangat yang kuat, Sugimin pun mulai berhasil. Usahanya terus berkembang. Mulai 2007-2008, Sugimin cukup memantau usaha di Sragen karena sudah menanam orang kepercayaan di hampir seluruh wilayah Indonesia, kecuali di Aceh. Dia memiliki 70 orang tenaga marketing yang merambah pasar untuk produksi seragam sekolah. Pesanan yang masuk tidak hanya dari Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, melainkan juga Timor Leste, Malaysia dan Singapura.
Pendapatannya pun tidak tanggung-tanggung, yakni minimal Rp30juta per hari karena produksinya bisa mencapai 4.000 stel seragam sekolah per hari dengan jumlah karyawan sebanyak 200 orang yang menyebar di delapan cabang. “Sekarang saya mengembangkan mesin boardir komputer. Yang semula hanya memiliki satu unit, sekarang menjadi dua unit. Seragam sekolah yang saya layani mulai dari SD, SMP, SMA sampai tingkat perguruan tinggi. Laba sedikit, tapi pelanggan puas dan nyaman, itu yang penting,” akunya.
Konveksinya sudah membuka cabang di Masaran dua cabang, di Ngrampal dua cabang, di Kalijambe, Gringgi Kecamatan Sambungmacan, Sragen Kota, Kaliyoso Boyolali dan Mojolaban Sukoharjo. “Pengembangan usaha saya hanya mengandalkan relasi dan teman dekat saja. Yang penting banyak temannya, sehingga mudah dalam menawarkan produk,” pungkas bapak dari tiga anak ini.
JIBI/SOLOPOS/Tri Rahayu