Esposin, JAKARTA — Peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan (P2W) BRIN, Cahyo Pamungkas menjelaskan mengapa pendekatan keamanan terus-menerus dilakukan pemerintah pusat terkait masalah Papua. Menurutnya, hal tersebut tak terlepas dari kepentingan pemerintah dalam ekspansi ekonomi di Papua.
Pada Rabu (2/3/2022) terjadi insiden penembakan di Kamp Palapa Timur Telematika (PTT) di Distrik Beoga Barat, Kabupaten Puncak, Papua oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menewaskan delapan orang.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
“Pemerintah saat ini sedang melanjutkan resentralisasi kekuasaan untuk mendukung pembangunan ekonomi. Ujung-ujungnya menurut saya untuk melancarkan ekspansi ekonomi, terutama di Papua,” ujar Cahyo kepada Bisnis dan dikutip Esposin, Senin (7/3/2022).
Baca Juga: TNI dan Polri Bersatu Buru Pembantai 8 Karyawan PTT di Papua
Menurutnya, rezim Jokowi yang dilahirkan lewat reformasi tidak mengalami perubahan wataknya dalam pendekatan soal Papua, yaitu cara-cara militeristik.
“Rezim saat ini memang sedang mereduksi demokrasi itu sendiri,” ucapnya.
Berdasarkan hasil risetnya yang dituangkan dalam Papua Roadmap pada 2008, Cahyo masih melihat upaya pemerintah di Papua masih minim. Salah satu hal yang disoroti Cahyo adalah pembangunan di Papua.
“Papua Roadmap sendiri sejak 2008, ada masalah KKN, HAM, pelurusan sejarah. Pemerintah memang melakukan pembangunan, tapi tidak berasas kebudayaan masyarakat Papua. Tidak menyasar pada orang Papua,” jelasnya.
Baca Juga: Gerombolan Pembantai Karyawan PTT Papua Dipimpin Terry Aibon
Pemerintah, kata Cahyo, memang melakukan afirmasi. Salah satunya dengan memberikan beasiswa untuk warga Papua hingga ke pendidikan tinggi.
Afirmasi lainnya juga menyasar pada warga Papua diberikan keleluasaan menjadi pejabat struktural pemerintah.
“Namun, orang-orang Papua tidak memperoleh pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan yang merata. Afirmasi lainnya jadi bupati, wali kota, gubernur. Namun, SDM-nya tidak diafirmasi. Dibangun hanya fisik, SD, rumah sakit, tapi tidak ada dokter, perawat, guru. Intinya pelayanan publiknya tidak dibangun yang elementer itu,” paparnya.