Lalu bagaimana dengan kubu Dewan Adat yang dimotori K.P. Eddy Wirabhumi dan istrinya, G.K.R. Wandansari alias Mbak Moeng jika konflik keluarga Kasunanan yang sudah berlangsung 10 tahun ini segera berakhir? Roy Suryo saat ditemui wartawan di Solo, Jumat (21/2/2014), mengklaim telah berbicara dengan kedua pentolan kelompok yang menyebut diri Dewan Adat tersebut.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Menurut Roy, Mbak Moeng telah mempersilakan PB XIII bertemu dengan Presiden. Namun, Mbak Moeng memberi syarat PB XIII harus datang sendiri di pertemuan itu. “Melihat kondisi kesehatan, Sinuhun harus tetap ditemani. Sinuhun mengalami kendala dalam berkomunikasi sehingga perlu ada yang menjelaskan maksud pembicaraannya. Nanti saya sendiri yang menemani saat bertemu Presiden,” ucapnya.
Sementara itu, dari kubu Lembaga Dewan Adat, K.P. Eddy Wirabhumi, mengakui pihaknya sempat bertatap muka dengan Roy Suryo. Hanya, dia mengklaim pertemuan itu sebatas konsolidasi partai. Roy, Eddy dan Mbak Moeng merupakan kader Partai Demokrat. “Lebih banyak ngomong masalah partai,” ujarnya.
Ihwal rencana pertemuan SBY dengan PB XIII, Eddy cenderung acuh tak acuh. Menurutnya, penyelesaian konflik keraton idealnya melibatkan pihak yang lebih luas seperti sentana dalem. “Tapi itu ya hak antara yang memanggil dan yang dipanggil,” tukasnya.
Sementara itu pejabat Humas kubu Dwitunggal, Bambang Ary Wibowo, belum bisa dimintai konfirmasi terkait hasil mediasi konflik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Saat Esposin menghubungi telepon selulernya beberapa kali, yang bersangkutan belum menjawab. Berdasarkan keterangan sumber di kediamannya, Bambang tengah mengisi sebuah pelatihan di Tawangmangu, Karanganyar.
Konflik keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat berlarut-larut sepeninggal PB XII tahun 2004 yang tak meninggalkan permaisuri dan putra mahkota. Semenjak itu, terdapat dua putra yang menobatkan diri sebagai PB XIII, yaitu K.G.P.H. Hangabehi dan K.G.P.H. Tedjowulan. Konflik raja kembar ini berhasil menemui kata sepakat pada 2012 lalu dengan menempatkan Tedjowulan sebagai maha menteri dan Hangabehi tetap sebagai raja.
Dua kubu rukun dalam dwitunggal, namun kemudian muncul kubu berikutnya. Sebagian para kerabat yang semula pendukung Hangabehi menyatakan menolak rekonsiliasi itu dan membentuk lembaga baru bernama Lembaga Dewan Adat. Mereka inilah yang saat ini justru menguasai dan mengelola acara-acara di keraton. Sedangkan PB XIII, Tedjowulan dan sebagian kerabat berada di luar keraton. (JIBI/Solopos/Detik)