Jakarta -- Kejagung masih belum memutuskan sikap terkait kasus Bibit-Chandra. Ada dua opsi yang tengah ditelaah Tim di Kejagung, deponeering atau maju terus ke persidangan. Namun disarankan Kejagung mengambil langkah deponeering atau mengesampingkan perkara demi kepentingan hukum.
"Terobosan itu harus dilakukan oleh Kejagung, dengan mengeluarkan deponeering itu suatu terobosan. Ketika Kejagung mengeluarkan ini menyelamatkan kejaksaan dan hukum juga," kata Peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok di Kantor TII, Senayan, Jaksel, Senin (25/10).
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Dia menjelaskan, kalau keputusan pengadilan yang diambil, ini dikhawatirkan akan melemahkan KPK, dan terganggu kinerjanya. Perlu diingat juga saran dari Presiden SBY dan rekomendasi tim 8.
"Kedua pimpinan KPK yang tersisa tidak akan efektif berjalan. Semua proses akan melemah," tuturnya.
Namun menurutnya, kalau maju ke pengadilan, maka harus juga ada upaya untuk membuktikan bahwa kasus Bibit-Chandra ini ada rekayasa. Semuanya bisa dimulai dari kasus Cicak-Buaya.
"Dari Kabareskim (Susno Duadji) saat itu, kemudian dipadukan dengan fakta persidangan Anggodo yang banyak terungkap. Harus diambil keterangan Bibit-Chandra, bahwa apa saja kejanggalan yang dianggap rekayasa, kemudian temuan tim 8 itu dijadikan pijakan dasar hukum. Setelah itu, dijajaran kejaksaan semua yang turut serta dalam rekayasa ini harus diproses," terangnya.
Sebelumnya Jampidsus Amari menjelaskan bahwa Kejagung telah mengambil sikap deponeering terkait kasus Bibit-Chandra. Namun karena pernyataannya itu, Amari terkena teguran Plt Jaksa Agung Darmono. Pernyataan Amari dinilai terlalu terburu-buru.
dtc/tya