Esposin, SOLO — Modus penipuan yang sebenarnya lama namun berganti rupa hingga terus memakan korban patut diwaspadai dan dikenali.
Modus penipuan itu adalah tawaran kerja freelance online yang memberi iming-iming gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah hanya bemodalkan internet.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Pekerjaan itu bisa menyaru atau mengatasnamakan perusahaan besar seperti Bukalapak, Tokopedia, Traveloka, dan sebagainya.
Pakar siber dan keamanan sudah mewanti-wanti kepada pengguna internet untuk waspada terhadap modus penipuan yang mengumbar iming-iming imbalan tak wajar.
Mereka bahkan mengingatkan apabila its good to be true, then its not true. Tak ada uang mudah bermodalkan internet apalagi bisa berlipat ganda.
Esposin menelusuri bagaimana masih banyak orang terjerat modus penipuan itu. Begini modus mereka menjalankan operasinya.
1. Tawaran Pekerjaan lewat Whatsapp kemudian Digiring ke Telegram
Pelaku biasanya menawari pekerjaan lewat aplikasi Whatsapp yang kemudian korban digiring ke Telegram.
Apabila korban atau calon korban tak memiliki akun Telegram, maka mereka bakal diminta mengunduh terlebih dahulu dengan dalih “tugas” atau “pekerjaan” yang diberikan lebih leluasa diberikan di Telegram.
Tugas itu beragam, seperti diminta mengunduh aplikasi di Playstore (Android) atau Appstore (iPhone), atau menyukai dan mengikuti akun media sosial di TikTok/Instagram/Youtube dan sebagainya.
Ada pula tugas memberikan review di Google Maps, memesan tiket atau belanja di aplikasi belanja online, hingga berbelanja di situs yang ternyata palsu bikinan sindikat penipu.
2. Pelaku Memasukkan Calon Korban ke Grup Besar di Telegram
Di Telegram, korban atau calon korban kemudian dimasukkan ke dalam grup berisi puluhan hingga ratusan anggota yang disetting sedemikian rupa guna meyakinkan korban atau calon korban bahwa “pekerjaan” itu juga dilakukan oleh orang lain.
Setiap berhasil merampungkan satu “tugas” atau “pekerjaan”, korban akan mendapatkan komisi atau fee yang beragam, mulai dari Rp15.000 yang bisa naik Rp30.000 dan seterusnya.
“Tugas” itu diberikan setiap satu atau dua jam sekali dengan fee yang dibayarkan sesuai “peraturan” pelaku penipuan.
3. Tugas Dikerjakan, Imbalan Cair untuk Meyakinkan Korban Penipuan
Pelaku biasanya bakal benar-benar memberikan komisi sesuai peraturan di grup itu yang kembali menegaskan bahwa “pekerjaan” tersebut valid atau benar adanya.
Padahal, di situlah celah dibuat. Korban atau calon korban yang merasa percaya bahwa pekerjaan itu benar adanya lantas ketagihan dengan gampangnya uang yang didapat.
Tahapan berikutnya inilah yang harus diingat agar tidak menjadi korban penipuan selanjutnya, yakni menuruti permintaan deposit uang dengan iming-iming imbalan lebih besar.
4. Permintaan Deposit Uang untuk Pencairan Imbalan Berikutnya
Permintaan deposit itu beragam. Pelaku bisa mengarahkan korban atau calon korban untuk transfer sejumlah uang ke rekening pribadi atau metode lain dengan cara registrasi ke website palsu yang seolah meyakinkan bahwa “pekerjaan” freelance tersebut valid.
Nominal deposit uang yang diminta beragam dan berjenjang, tergantung besaran “fee” yang diinginkan. Semakin besar deposit, iming-iming imbalan yang dijanjikan juga lebih besar.
Grup Telegram yang berisi puluhan hingga ratusan anggota itupun ramai. Ada yang memberikan bukti transfer deposit sehingga korban atau calon korban di dalam grup merasa tak ingin ketinggalan.
Apalagi sebagian dari mereka terkadang melampirkan bukti bahwa “fee” atau imbalan sesuai deposit uang yang ditransfer sudah cair.
Padahal, mayoritas grup itu adalah komplotan penipu yang punya tugas lain yakni meyakinkan para korban atau calon korban untuk segera deposit uang.
Dari situ celah penipuan kian terbuka lebar. Terkadang korban memilih mendepositkan uang nominal paling kecil untuk “mencoba” apakah “pekerjaan” tersebut benar-benar sesuai harapan.
Terkadang, penipu juga benar-benar akan mentransfer imbalan sesuai nilai deposit yang diberikan untuk semakin menggaet korban agar kembali deposit nominal lebih besar.
Padahal dengan melakukan deposit itu, korban sudah masuk jebakan berikutnya untuk semakin menguras uang yang dipunya.
5. Terjebak Siklus Penipuan
Biasanya setelah berhasil deposit, untuk mencairkan imbalan, korban akan diminta transfer lebih banyak uang untuk mencairkan fee.
Lantaran kepalang basah, korban pun bakal transfer lagi yang kemudian fee tak kunjung cair dan lagi-lagi permintaan transfer itu disampaikan oleh sindikat penipuan.
Dalam kondisi itulah, korban baru sadar telah menjadi korban penipuan. Sindikat tak akan mengembalikan uang korban.
Ketika menyampaikan keluhan ke anggota grup lain di Telegram yang ternyata adalah bagian dari sindikat itu, korban malah akan diminta transfer untuk mencairkan seluruh uangnya.
Di titik ini, tak sedikit korban yang kembali lanjut deposit uang lantaran ingin nominal uang yang ditransfer akan kembali dengan tambahan fee.
Padahal sebenarnya mereka telah terjebak dalam lingkaran penipuan yang tak akan bisa membuat uang mereka kembali.
Sebelum terjerat lingkaran setan penipuan, pembaca bisa lebih teliti lagi untuk mengecek informasi lowongan pekerjaan dari manapun, terlebih dari perseorangan atau mereka yang mengaku perwakilan atau mengatasnamakan perusahaan.
Cek kevalidan keberadaan perusahaan tersebut dengan mengetik kata kuncinya di Google. Perusahaan besar seperti Traveloka, Bukalapak, dan sejenisnya pasti akan mengumumkan lowongan pekerjaan di laman resmi mereka, termasuk potensi penipuan yang dilakukan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.
Salah satunya bisa dicek di laman berikut: “Modus Penipuan Mengatasnamakan Traveloka.
Cara Melapor Apabila Menjadi Sasaran Penipuan
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) merupakan layanan pengaduan pelanggan yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
Penipuan yang dapat dilaporkan melalui BRTI adalah pesan/panggilan mencurigakan yang terindikasi sebagai penipuan seperti pesan spam pengumuman hadiah dan lainnya.
Untuk melaporkan penipuan online melalui badan tersebut, berikut adalah langkah-langkahnya:
• Buka browser di handphone atau laptop.
• Kunjungi laman layanan.kominfo.go.id pada mesin pencarian.
• Pada halaman pertama, klik menu “Aduan BRTI” atau klik tautan: https://layanan.kominfo.go.id/microsite/aduan-brti.
• Nantinya pengguna akan diminta mengisi data pelapor yang berupa nama, alamat email, dan nomor telepon seluler.
• Di sana, pilih “Pengaduan” pada kolom “Pengaduan atau Informasi”.
• Isi aduan di kolom yang sudah tersedia.
• Klik ‘Mulai Chat’ atau ‘Start Chat’ agar terhubung dengan petugas.
• Sebelumnya, pengguna sudah menyiapkan bukti lapor berupa rekaman percakapan dan/atau foto pesan yang diindikasikan penipuan.
• Petugas kan membantu memverifikasi dan menganalisis percakapan pesan yang telah dikirim
• Selanjutnya, petugas akan membuat tiket laporan ke sistem SMART PPI dan mengirimkan notifikasi melalui email ke penyelenggara jasa telekomunikasi. Pesan tersebut berisi permohonan agar nomor telepon seluler (MSISDN) pemanggil dan/atau pengirim pesan diblokir.
• Penyelenggara jasa telekomunikasi membuka dan menindaklanjuti laporan yang terdapat dalam sistem SMART PPI dalam kurun waktu 1x24 jam.
• Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan laporan kepada BRTI terkait pengaduan yang telah ditindaklanjuti ke sistem SMART PPI.
• Pengaduan telah selesai.