Direktur Pusat Studi Industri, UKM dan Persaingan Usaha Universitas Trisakti, Tulus T.H. Tambunan, menuturkan 99% UMKM merupakan perusahaan mikro yang tidak memiliki modal, tenaga kerja dan jumlah produksi yang terbatas.
Promosi Berkat Pemberdayaan BRI, UMKM Ini Optimalkan Produk Bambu hingga Mancanegara
Dia menerangkan bahan bakar tidak menjadi komponen utama dalam produksi sehingga akibat langsung tidak terlalu besar. Namun akibat tidak langsung, seperti biaya transportasi, upah tenaga kerja dan biaya bahan baku meningkat dan itu sangat memberatkan pelaku UMKM.
Dia menuturkan telah menyurvei 19 pengusaha di Solo dan mengadakan simulasi terkait besarnya kenaikan harga BBM. Melalui kegiatan tersebut, juga dilakukan simulasi kenaikan harga BBM. Banyak pelaku UMKM yang merasa tidak perlu melakukan apa pun apabila kenaikan di bawah 5% karena masih menguntungkan.
Apabila kenaikan harga BBM sebanyak 5%-10%, pengusaha lebih memilih efisiensi dan menaikkan harga jual. Beberapa pengusaha mengaku lebih memilih beralih ke energi alternatif apabila kenaikan mencapai 15%. Namun ada pelaku usaha yang mengaku lebih memilih menutup usaha atau berganti usaha lain apabila kenaikan harga BBM lebih dari 30%.
“Bahan bakar itu masuk dalam biaya operasional dan sumbangannya 5,6% terhadap total biaya produksi,” ujar Tulus di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo, Rabu (12/11/2014).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Baningsing Tedjokartono, menyampaikan pelaku UKM selama ini memang terbukti mampu bertahan meski berkali-kali pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut dia, pelaku UKM perlu mendapat perhatian terutama untuk meningkatkan usaha dengan bantuan promosi.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Industri, Perdagangan dan Tenaga Kerja Kadin Solo, David R. Wijaya, juga mengatakan tidak masalah apabila ada kenaikan harga BBM. Namun pihaknya berharap pemerintah membantu pelaku usaha untuk tetap menjaga pasar yang sudah ada supaya tidak terjadi penurunan. Hal tersebut supaya omzet pengusaha tidak mengalami penurunan.