Esposin, JAKARTA — Kekecewaan atas timpangnya tuntutan untuk para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat tak hanya dirasakan masyarakat awam.
Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) 2014-2016, M. Djasman Pandjaitan pun kecewa dengan tuntutan jaksa yang dinilai tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat.
Promosi Lestarikan Warisan Nusantara, BRI Dukung Event Jelajah Kuliner Indonesia 2024
Ia menilai tuntutan jaksa terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan tersebut melempem.
Ketimpangan yang paling dilihat oleh Djasman Pandjaitan adalah tuntutan 12 tahun untuk Richard Eliezer dan tuntutan delapan tahun untuk Putri Candrawathi.
Seharusnya, kata dia, tuntutan terhadap Putri mendekati tuntutan terhadap suaminya, Ferdy Sambo karena perempuan tersebut menjadi penyebab terjadinya pembunuhan terhadap Yosua.
Dalam pandangan pensiunan jaksa senior ini, Putri tergolong sebagai pelaku utama pembunuhan Yosua.
"Putri bisa dijerat dengan pasal tentang pembujukan, sebagai pelaku utama sebagaimana disebut Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP. Dia kan yang menyebabkan terjadinya pembunuhan dengan mengaku kepada suaminya telah diperkosa. Jadi tuntutannya kurang memenuhi rasa keadilan, melempem," ujar Djasman seperti diwawancarai Rosi Silalahi dan ditayangkan di KompasTV sebagaimana dikutip Esposin, Rabu (1/2/2023).
Menurutnya, sebagai pelaku yang bertindak mengungkap kasus pembunuhan Yosua, seharusnya tuntutan terhadap Richard Eliezer paling ringan dibandingkan terdakwa lainnya.
Sebab tanpa Eliezer, kata dia, kejahatan Ferdy Sambo takkan pernah terungkap secara terang benderang ke publik.
Ia menyebut seharusnya Putri minimal dituntut 20 tahun penjara, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal masing-masing 12 tahun penjara.
Sedangkan Eliezer seharusnya dituntut paling rendah karena bertindak sebagai justice collaborator.
"Eliezer mestinya empat tahun penjara," katanya.
Mantan jaksa senior Djasman Pandjaitan dikenal sebagai pribadi yang low profile.
Pria kelahiran Sumatera Utara ini akrab di kalangan wartawan saat menjadi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung tahun 2009-2010.
Karier pria yang pernah ikut seleksi pimpinan KPK ini banyak di bidang intelejen dan perkara korupsi.
Kasus yang pernah ditangani di antaranya kasus tindak pidana korupsi Walikota Medan, Muhammad Abdillah tahun 1997-1998.
Yang paling fenomenal adalah penanganan perkara pengusaha kondang dari Sumatra Utara, DL Sitorus, yang berhasil dimenangkan Kejaksaan Agung tahun 2007.
Menjelang pensiun Djasman menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan 2014-2016. Dia bertugas mengawasi perilaku jaksa se-Indonesia.
Djasman Pandjaitan pensiun dari kejaksaan pada tahun 2018.