Esposin, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil pihak Kementerian ESDM jika memang diperlukan dalam pemeriksaan kasus dugaan suap dalam anggaran proyek mikrohidro di Deiyai Papua, tahun anggaran 2016.
Promosi 12 Pemain BRI Liga 1 Perkuat Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia
"Kalau dari ESDM tentu akan diperiksa kalau keterangannya diperlukan," ujar Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Johan Budi di Gedung KPK, Kamis (4/11/2015).
Sebelumnya, KPK telah memanggil Wakil Ketua Komisi VII DPR Mulyadi untuk dimintai keterangan. Tim penyidik KPK menanyakan tentang rapat yang dipimpin oleh Mulyadi terkait dengan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur energi baru dan terbarukan untuk tahun anggaran 2016 di Deiyai, Papua, di mana Dewie Yasin Limpo terlibat.
Hari ini KPK juga telah menjadwalkan memeriksa beberapa orang dari komisi VII DPR. Mereka adalah anggota Komisi VII, Jamaluddin Jafar; Kabag Sekretariat Komisi VII DPR, Rini Koentarti; dan tenaga Ahli Komisi VII DPR.
Saat ini, KPK juga sedang mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan tersangka lain selain yang sudah ditetapkan. "Selain itu, penyidik mencari tahu siapa saja yang menerima uang selain yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu juga siapa saja yang memberi," ujar Johan Budi.
Dewie Yasin Limpo yang juga merupakan politikus partai Hanura tersebut diduga menerima uang pelicin dari dari pengusaha dari PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Jusuf dengan nilai proyek sekitar Rp200 miliar. Dewie diduga meminta fee atas proyek teraebut kepada Setiadi 7% dari total anggaran.
Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan sekitar pukul 17.45 WIB saat KPK melakukan operasi tangkap tangan kepada Sekretaris Pribadi Dewie, Rinelda Bandaso sebagai penerima SGD177.700 dari pengusaha PT Abdi Bumi Cendrawasih Setiadi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Deiyai, Papua, Iranius.
Pada pukul 19.00 WIB, KPK menangkap tangan Dewie Yasin Limpo dan staf ahlinya Bambang Wahyu Hadi di Bandara Soekarno Hatta saat keduanya hendak menuju ke Makassar.
Dewie, Bambang, dan Rinelda disangkakan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Iranius dan Setiadi disangkakan dengan pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.