Esposin, JAKARTA -- Pengakuan istri Gubernur Sumatra Utara, Evy Susanti, soal dugaan pengamanan kasus di Kejaksaan Agung sudah lebih dulu terdengar sebelum penetapan Patrice Rio Capella sebagai tersangka. Namun, belum ada keputusan Istana soal Jaksa Agung H.M. Prasetyo.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Soal dugaan keterlibatan H.M. Prasetyo yang juga politikus Partai Nasdem dalam pusaran kasus korupsi bansos di Sumut itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Luhut Pandjaitan menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Soal evaluasi Jaksa Agung Prasetyo itu domain Presiden Joko Widodo. Saya tidak memiliki wewenang,” katanya seusai bertemu dengan pimpinan DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Jumat (16/10/2015).
Luhut Panjaitan juga mengaku tidak tahu soal peran Prasetyo dalam dugaan pengamanan kasus Bansos Sumut yang melibatkan Rio. “Saya belum dapat kabar yang jelas dan konkret soal itu [kasus Bansos Sumut].”
Diberitakan Esposin sebelumnya, dugaan keterlibatan Patrice Rio Capella terungkap dari pengakuan Gubernur Sumatra Utara nonaktif, Gatot Pudjo Nugroho; dan istrinya, Evy Susanti, istri keduanya, yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka sebelum Rio.
Menurut pengakuan Gatot dan Evy kepada penyidik KPK, Patrice Rio Capella bertindak sebagai orang yang "mengamankan" Kejaksaan Agung yang dipimpin oleh H.M. Prasetyo yang sebelumnya merupakan politikus Partai Nasdem. Pengamanan itu dilakukan setelah Rio, Gatot, Evi, serta OC Kaligis melakukan pertemuan di Kantor DPP Partai Nasdem.
H.M. Prasetyo sendiri membantah indikasi pengamanan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap kasus bansos Sumut yang menyeret gubernur nonaktif Sumut. "Siapa pun yang disebut kalau betul ada relevansinya, silakan," ujar Jaksa Agung HM Prasetyo, Kamis (15/10/2015).
Prasetyo menambahkan sudah sejak KPK melakukan operasi tangkap tangan dirinya terus mendesak agar segera dicari siapa aktor intelektualnya dan minta untuk segera diusut tuntas.
"Seseorang berbicara harus di-back up dengan bukti dan fakta. Bahkan mungkri pun boleh, makanya tidak disumpah. Dia ngomong apa saja boleh tapi harus didukung bukti dan fakta. Tidak ada masalah itu. KPK tahu cara kerjanya," tambah Jaksa Agung.
Sementara itu, Muchtar Luthfi A. Mutty, politikus dari Partai Nasdem yang pernah menjabat sebagai penasihat mantan Wapres Boediono menganggap penetapan Rio sebagai tersangka oleh KPK kental dengan nuansa politis. “Sejak dari Rio diperiksa hingga ditetapkan sebagai tersangka, KPK belum menyebut kerugian negara,” katanya.
Padahal, paparnya, penyebutan kerugian negara itu sering kali mewarnai gelaran operasi KPK. “Untuk setiap gelar perkara, KPK selalu menyebutkan kerugian. Tapi kali ini tidak,” kata Luthfi.
Sebelumnya, kuasa hukum yang ditunjuk Rio, Maqdir Ismail, menyatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK belum memenuhi prinsip perundang-undangan tentang KPK dan pemberantasan korupsi. Menurut Maqdir, kliennya belum diperiksa sebagai saksi.
Selain itu, belum ada kerugian negara yang dipaparkan oleh KPK. “Sesuai dengan aturan, KPK hanya berhak menangani kasus korupsi jika ada kerugian negara dengan nominal paling tidak Rp1 miliar,” kata Maqdir yang pernah menjadi pengacara pasangan Prabowo-Hatta saat mengajukan gugatan hasil Pilpres 2014 di MK.