Esposin, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta maaf jelang lengser pada Oktober 2024 mendatang. Jokowi mengatakan jika dirinya bukan manusia yang sempurna selama 10 tahun memimpin Indonesia.
"Saya dan Kiai Haji Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini. Khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia," kata Jokowi di acara Zikir dan Doa Kebangsaan jelang HUT ke-79 RI di Halaman Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024), dilansir Bisnis.com.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Lebih lanjut, dia mengaku bahwa sepanjang 10 tahun memimpin bersama dengan Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin dirinya menyadari tidak dapat menyenangkan semua pihak.
Menurutnya, tidak hanya dalam konteks memimpin, tetapi dalam menjalani hidup tidak ada manusia yang sempurna.
"Kami juga tidak mungkin dapat memenuhi harapan semua pihak. Saya tidak sempurna, saya manusia biasa, kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Hanya milik Allah, kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang ada di dalamnya, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu," tuturnya.
Jokowi meminta maaf setelah banyak mendapat kritikan dari masyarakat RI atas segala manuvernya. Mulai dari menaikkan pajak, wacana Tapera, membangun IKN yang sepi investor, kemudian juga belum berhasilnya menangani pelanggaran HAM berat.
Dan yang paling menjadi pembicaraan belakangan ini adalah pelemahan demokrasi. Jokowi dianggap sudah menggunakan kekuasaannya untuk meloloskan Gibran hingga menjadi Wapres Terpilih bersama Prabowo Subianto.
Pelemahan demokrasi Indonesia bisa dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS), skor Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) secara nasional mencapai 79,51 poin pada 2023.
Namun, apabila dilihat dari trennya, angka tersebut turun 0,9 poin dibandingkan dari sebelumnya 80,41 poin.
Masa jabatan Jokowi sebagai Presiden RI bakal berakhir pada Oktober 2024. Jokowi memimpin pemerintahan Indonesia selama satu dekade atau 10 tahun.
Adapun, kepemimpinan Indonesia selanjutnya akan dijalankan oleh Presiden Terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto dan Wapres Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Tanggapan PDIP
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menilai kepemimpinan Presiden selama 5 tahun terakhir jauh lebih merusak tatanan demokrasi dan hukum daripada 32 tahun rezim Orde Baru (Orba) Presiden Soeharto.
Pernyataan itu Deddy sampaikan usai Jokowi menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat jelang akhir masa jabatannya pada 20 Oktober nanti.
Dia menilai, sekadar ucapan maaf tidak bisa memperbaiki kerusakan demokrasi dan hukum.
"Jujur saja, 5 tahun rezim Jokowi itu daya rusaknya terhadap hukum dan demokrasi melampaui 32 tahun kekuasaan Orba," kata Deddy, Jumat (2/8/2024).
Anggota Komisi VI DPR ini menjelaskan, jika Jokowi serius mau meminta maaf kepada rakyat Indonesia maka harus melalui tindakan konkret.
Dia meminta orang nomor satu di Indonesia itu mencabut semua aturan yang memberatkan masyarakat.
Dia mencontohkan, Jokowi bisa membatalkan usulan pembentukan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang Rancangan Undang-undang-nya sedang digodok di DPR.
Lalu, pasal-pasal yang berpotensi merusak semangat Reformasi '98 juga harus dihapus dalam Revisi UU TNI-Polri.
"Kalau hal-hal itu dilakukan, baru kita belajar percaya kalau beliau serius minta maaf pada rakyat," jelasnya.
Deddy pun mendorong Jokowi menggunakan sisa waktunya untuk memperbaiki kerusakan semua lembaga yg terkait demokrasi, penegakan hukum, HAM, lingkungan hidup, dan distribusi keadilan-kesejahteraan.
Tanggapan PKS
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera meminta Presiden melakukan evaluasi usai menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat jelang akhir masa jabatan pada 20 Oktober nanti.
Mardani mengapresiasi ucapan permintaan maaf orang nomor satu di Indonesia tersebut. Meski demikian, lanjutnya, permintaan maaf saja tidak cukup.
"Bagus, pernyataan yang bijak. Mesti diikuti dengan aksi nyata," ujar Mardani, Jumat (2/8/2024).
Anggota Komisi II DPR ini mencontohkan, Jokowi bisa merefleksikan apa yang telah diperbuat selama memimpin Indonesia selama sepuluh tahun terakhir.
Dengan begitu, penerusnya yaitu presiden terpilih Prabowo Subianto bisa melakukan perbaikan-perbaikan yang terarah.
"Pak Jokowi bisa buat evaluasi sendiri dan sampaikan bahwa kekurangan yang ada akan dilanjutkan oleh presiden terpilih," kata Mardani.