Hal itu disampaikan Amien saat memberikan kuliah umum bertema Intervensi Asing dalam Politik Luar Negeri di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (24/9/2013).
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Amien mengaku Jokowi memang sosok yang baik dan sering blusukan menemui masyarakat. Namun, ia kembali menegaskan agar masyarakat tidak terpaku kepada popularitas. "Dengan segala hormat saya, untuk memilih ‘lurah’ Indonesia, tidak boleh hanya berdasar popularitas," kata Amien sebagaimana dikutip portal berita Detikcom dan dimuat Harian Umum Solopos, Rabu (25/9/2013).
Ia mencontohkan negara Filipina yang memilih artis Joseph Estrada sebagai presiden. Menurut Amien, Estrada dipilih karena popularitasnya dalam memerankan tokoh di film. Saat menjabat presiden, Estrada tidak mampu menjalankannya. "Setelah sembilan bulan dilengserkan karena sering tenggak minuman keras, main wanita, dan lain-lain," tegasnya.
Meski demikian, lanjut Amien, popularitas Jokowi dan Estrada memang berbeda. Menurutnya, Jokowi merupakan sosok yang baik namun namanya menjadi besar karena pemberitaan di media sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Sebutan untuk Jokowi sebagai salah satu wali kota terbaik di dunia, menurut Amien, dianggap kurang tepat. Saat Jokowi masih di Solo, ternyata kota tersebut menjadi salah satu dari lima daerah termiskin di Jateng. "Dikatakan wali kota terbaik ketiga di dunia. Media massa juga nakal ini," tandasnya.
Amien berharap agar Jokowi terus fokus mengatasi kemacetan, banjir, dan permasalahan Jakarta lainnya untuk lima tahun ke depan. "Pak Jokowi orangnya baik, suka ketawa-ketawa, blusukan, merakyat, makan gado-gado dengan tukang becak, menggendong bayi. Kita trenyuh. Tapi untuk memahami jam terbang, sebaiknya diasah di gubernur dulu. Kan dia disumpah untuk lima tahun," tandas Amien.