Esposin, SOLO--Akses publik terhadap internet, termasuk untuk mendapatkan berita, meningkat tajam. Hal ini menuntut media siber harus mendapatkan kepercayaan publik.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat menjadi pembicara dalam workshop trusted news indicator dengan perspektif politik bertajuk Trusted News Indicator New Media and Politics melalui Zoom dan disiarkan langsung melalui Youtube, Jumat (31/3/2023).
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
Workshop itu hasil kerja sama AMSI dengan Internews dan USAID Media. Kegiatan yang dipandu Pemimpin Redaksi Solopos Media Grup Rini Yustingsih ini untuk menyosialisasikan trusted news indicator sekaligus pandangan KPU dan Bawaslu terkait kepercayaan kepada media demi menjaga kesinambungan ekosistem digital.
Burhanuddin menyampaikan pengguna internet makin lama makin meningkat, terutama sejak pandemi itu terjadi akselerasi adopsi digital penetrasi internet makin naik tajam.
Selama dua tahun setengah terakhir, sebelum pandemi Covid-19 pengguna internet hanya 53%. Sekarang sudah mencapai 74%. Hal itu bukan hanya tinggi penetrasinya tetapi juga tinggi frekuensi publik dalam menggunakan internet.
"Jadi sekarang mau tidur sampai mau bangun tidur kita nggak bisa lepas dari gadget. Kalau kita bangun tidur pertama kali yang kita cari gadget," ucap Burhanuddin.
Dia menyebut, hal itu menunjukkan betapa pentingnya internet dalam kehidupan manusia. Media siber mengambil peran penting di situ.
Berkaitan dengan akses publik terkait dengan berita, akses publik mendapatkan berita-berita politik dan pemerintahan itu melalui internet naik secara eksponensial. Sementara, masyarakat yang ingin mendapatkan berita politik melalui televisi (TV), meskipun masih teratas tapi trennya turun. Khusus buat media cetak, koran maupun radio, trennya bukan hanya turun tetapi sudah stabil rendah.
"Karena makin tingginya akses publik terhadap internet, termasuk juga dalam mendapatkan berita dan masalah publik lainnya, maka trust terhadap sumber pemberitaan via internet, terutama adalah media siber, itu menjadi krusial," imbuh Burhanuddin.
Dia melanjutkan media siber harus menjaga kepercayaan publik. Ini tidak mudah karena media siber mempunyai tantangan, salah satu di antaranya adalah new media yang membuat media mainstream, termasuk media siber, harus menaikkan reputasi dan kredibilitas supaya tidak ditenggelamkan oleh new media.
Tantangan lain yang menjadi masalah adalah kepercayaan publik terhadap media secara umum itu tidak terlalu tinggi. Berdasar survei September 2021, kepercayaan publik di Indonesia tercatat 47,9%, lebih rendah dibanding non-governmental organization (NGO) atau organisasi nirlaba yang mencatatkan kepercayan publik 52,1%.
Kepercayaan publik paling tinggi terhadap institusi TNI yang tercatat 71,1 %. Di bawahnya ada polisi (sebelum kasus Ferdy Sambo), yakni 64,2%.
"Jadi pertanyaan yang muncul kemudian adalah kenapa [kepercayaan publik terhadap media tidak tinggi. Ternyata kalau kita buka studi komparatif berkaitan dengan trust terhadap media, media secara umum, ternyata rendahnya trust terhadap media bukan hanya di Indonesia. Bahkan riset terakhir di Amerika Serikat menunjukkan trust terhadap media secara umum, selain rendah juga turun over time," ulas Burhanuddin.
Studi di Amerika dengan pertanyaannya dalam 10 tahun terakhir seberapa percaya mereka terhadap berita-berita di media, responden yang mengatakan meningkat tingkat kepercayaan mereka terhadap berita media hanya 4%, mengatakan tidak ada perubahan 26%, mengatakan 10 tahun terakhir tingkat kepercayaan mereka menurun terhadap pemberitaan di media mencapai 69%.
Kabar baiknya dalam kasus di Amerika, sambung Burhanuddin, meskipun merosot tapi publik masih percaya bahwa kemerosotan trust publik terhadap media itu bisa diperbaiki atau direstorasi. Artinya, ada peluang media memperbaiki agar mendapatkan kepercayaan publik.
"Kita sudah sepakat bahwa media adalah pilar penting demokrasi, maka sebuah keniscayaan buat media untuk menjaga kepercayaan publik karena media menjadi etalasenya demokrasi. Kalau kepercayaan publik terhadap media menurun maka dikhawatirkan menurun pula iman publik terhadap demokrasi. Karena media adalah pilar penting demokrasi maka kalau kita ingin mempertahankan komitmen dan kepercayaan publik terhadap demokrasi, maka trust terhadap media juga harus tinggi," ucap Burhanuddin.
Apabila misalnya yang terjadi sebaliknya, dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap demokrasi juga ikut merosot.
Studi di Amerika itu menjadi cerminan. Kepercayaan publik terhadap media di Amerika hanya 36%, sedangkan di Indonesia 50%. Artinya, orang Indonesia masih lebih baik dalam menilai kredibilitas media ketimbang orang Amerika.