Esposin, JAKARTA - Hukuman mati yang akan dilaksanakan terhadap terpidana kasus narkoba ditentang Pemerintah Australia dan Brasil. Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengingatkan kepada siapa pun agar tidak menghalangi proses eksekusi yang direncanakan Pemerintah Indonesia terhadap para terpidana mati.
Promosi Kisah Perempuan Hebat Agen BRILink Dorong Literasi Keuangan di Medan
"TNI berpendirian, jangan coba mengganggu jalannya eksekusi dengan cara apa pun. Dengan konteks militer kita sudah siap, jangan coba-coba ada skenario yang ganggu jalannya eksekusi mati," kata Panglima TNI seusai menutup acara Kursus Banser Pimpinan (Susbanpim) angkatan Ke-2, di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (23/2/2015).
Ia mengatakan pasukan TNI akan berusaha memastikan keamanan dalam pelaksanaan eksekusi. Bahkan, dirinya mengaku telah mempersiapkan pasukan khusus dalam upaya pengamanan sebelum dan sesudah pelaksanaan eksekusi mati.
Sementara itu, terkait pengiriman tiga pesawat tempur Sukhoi ke Denpasar, Moeldoko mengatakan ketiga pesawat tersebut hanya disiapkan sebagai langkah antisipasi.
"TNI akan mempersiapkan tindakan keamanan hingga kemungkinan yang paling jauh," kata dia.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia berkomitmen akan melanjutkan proses eksekusi mati terhadap para terpidana yang telah ditolak permohonan grasinya oleh Presiden Joko Widodo.
Dua terpidana mati asal Australia, yang tergabung dalam kelompok jaringan narkotika Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, masuk dalam daftar terpidana yang akan dieksekusi mati tahap selanjutnya.
Australia mendesak agar eksekusi mati terhadap dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dibatalkan. Bahkan, dalam permohonan pembatalan eksekusi itu, Australia mengaitkan bantuannya saat terjadi tsunami di Aceh.
Andrew dan Myuran merupakan terpidana mati dalam kasus yang dikenal sebagai Bali Nine, yakni kasus upaya penyelundupan heroin seberat 8,2 kg dari Indonesia ke Australia yang dilakukan sembilan warga negara Australia.