Esposin, SOLO – Harga minyak ditutup dengan penurunan mingguan terbesar sejak Agustus 2015. Pasokan minyak Amerika Serikat yang meningkat menjadi beban utama untuk harga komoditas energi tersebut.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Pada penutupan perdagangan Jumat (24/10/2015), harga minyak West Texas Intermediate terkoreksi 1,72% menjadi US$44,6 per barel. Untuk pergerakan mingguan, harga minyak WTI melemah 5,62%. Lalu, untuk harga minyak Brent terkoreksi 0,19% menjadi US$47,99 per barel. Untuk pergerakan mingguan, harga minyak Brent turun 4,89%.
James Corder, Pendiri Optionselllers.com, menyebutkan pasokan minyak terutama di Amerika Serikat (AS) terus meningkat. "Situasi ini akan membuat sulit untuk harga minyak masuk jalur tren penguatan," ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (24/10/2015).
Pada Kamis (22/10/2015), Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa pasokan minyak di AS kembali meningkat pada pekan yang berakhir pada 16 Oktober sebesar 1,71% menjadi 476,58 juta barel, sedangkan produksi shale oil AS pada pekan yang sama stagnan di 9,09 juta barel per hari.
Kemudian, Baker Hughes Inc. juga merilis data aktivitas rig sampai penutupan perdagangan kemarin. Aktivitas rig AS hanya turun sebesar 1 rig pada pekan ini yang menandakan produksishale oil AS belum menuju tren penurunan lanjutan.
Selain peningkatan pasokan minyak AS, harga komoditas energi itu juga mendapatkan tekanan dari penguatan dolar AS. Posisi mata uang AS yang masihh berada di level tinggi itu dinilai mengurangi daya tarik investasi di sektor minyak.
Tariq Zahir, Fund Manager Komoditas Tyche Capital Advisors, mengatakan semakin kuat dolar AS berarti akan mendorong harga minyak lebih rendah lagi. "Pasar minyak mempunya risiko untuk melemah lebih lanjut," ujarnya.
Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks dolar AS kembali mencuat positif sebesar 0,78% menjadi 97,12.