Esposin, SOLO — Rantai distribusi komoditas bawang merah di Soloraya bakal dipangkas untuk mengatasi fluktuasi harga yang kerap terjadi. Hal itu karena kenaikan harga bawang merah menjadi salah satu pemicu inflasi di Soloraya.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Wacana tersebut mencuat saat Rapat Koordinasi High Level Marketing (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah se-Soloraya yang diselenggarakan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Selasa (9/2/2016).
Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Juwari, yang hadir dalam rapat tersebut membuka peluang bekerja sama dengan tujuh pemerintah daerah di Soloraya untuk memutus panjangnya rantai distribusi yang mengakibatkan mahalnya komoditas bawang merah saat tiba di tangan konsumen.
Menurutnya, salah satu pemicu mahalnya bawang merah adalah panjangnya alur distribusi pangan. Harga bawang di tingkat petani yang sebelumnya rendah, akhirnya melambung di tingkat konsumen.
“Harga bawang merah di tingkat petani misalnya hanya Rp12.000/kg, tetapi sampai di pasar bisa melonjak hingga Rp25.000. Ini karena rantai distribusi panjang, dari petani, tengkulak, agen, lalu sampai ke pengecer akhirnya mahal,” katanya saat ditemui wartawan di kantor Perwakilan BI Solo, Selasa.
Oleh sebab itu, dia menawarkan penandatanganan nota kesepahaman dengan pedagang-pedagang besar di daerah untuk memutus rantai distribusi tersebut. Hal ini akan membuat proses distribusi pangan menjadi lebih singkat.
Saat ini, ABMI sudah bekerja sama dengan pedagang besar di Pasar Johar Semarang dan Pekalongan. Kerja sama tersebut cukup efektif menstabilkan harga bawang merah.
Selain itu, ABMI memberikan saran kepada petani di luar Brebes agar menanam bawang merah di luar Juli-Agustus. Hal ini untuk menghindari benturan panen besar yang ada di kawasan sentra penghasil bawang merah di Brebes.
“Program binaan kami menyarankan agar menanam pada bulan yang bukan musimnya utuk menutup kekurangan saat Maret-April. Jangan menanam Juli-Agustus karena saat itu di Brebes sudah menjadi budaya menanam bawang. Bagaimana daerah lain bisa menikmati dengan harga yang tinggi kalau panennya bersamaan, harga akan jatuh,” paparnya.
Kepala Perwakilan BI Solo, Bandoe Widiarto, mengatakan bawang merah menjadi salah satu pemicu inflasi di Soloraya. Tercatat bawang merah memberikan andil inflasi sekitar 0,3%. Jika kerja sama bisa diwujudkan dia yakin pasokan dan harga lebih terkendali.
“Kerja sama ini akan efektif dan pedagang tidak usah bingung karena tidak perlu mencari pemasok, kan sudah jelas. Pak Juwari sudah mengatakan mata rantai akan diputus dari petani langsung ke pedagang, sehingga lebih murah,” urainya kepada wartawan, Selasa.