Esposin, MAKASSAR -- Delapan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terancam dipecat karena terindikasi melanggar kode etik.
Mereka ikut pertemuan bersama ormas yang difasilitasi bakal calon legislatif (bacaleg) serta menerima uang transportasi.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari menyatakan, pihaknya telah mengirimkan nama delapan anggota PPS yang diduga melanggar kode etik itu ke KPU Makassar.
"Hari ini kami meneruskan temuan ini ke KPU Makassar," kata Ketua Bawaslu Makassar Abdillah Mustari saat dimintai konfirmasi, Selasa (20/6/2023).
Ia menjelaskan, penerusan nama-nama tersebut setelah hasil pemeriksaan dan tindak lanjut atas laporan warga sebagai pelapor berkaitan adanya dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara adhoc.
Dan sesuai papan informasi Bawaslu, sudah dikirim ke KPU Makassar.
Kedelapan anggota PPS itu bertugas di Kecamatan Tamalate, masing-masing berinisial AB (Ketua PPS Kelurahan Tanjung Merdeka), A (Ketua PPS Kelurahan Ballang Baru), dan BS (Anggota PPS Kelurahan Bongaya).
Selanjutnya H (Anggota PPS Parang Kelurahan Tambung), I (Ketua PPS Kelurahan Maccini Sombala), MJR (Ketua PPS Kelurahan Bongaya), MNS (Ketua PPS Kelurahan Parang Tambung) dan S (Ketua PPS Kelurahan Pa'baeng-baeng).
"Delapan orang penyelenggara Adhoc yang sudah diperiksa tersebut namanya telah telah diteruskan ke KPU Makassar agar ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Abdillah seperti dikutip Esposin dari Antara.
Ketua KPU Makassar Faridl Wajdi mengatakan sudah mendapatkan informasi perihal nama-nama PPS yang diduga melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
"Kami sudah dapat info nama-nama tersebut dan untuk itu kami apresiasi dan mendukung penuh Bawaslu Kota Makassar. Kami siap koperatif dengan Bawaslu, termasuk akan responsif terhadap hasil kajian Bawaslu atas laporan itu," ucap Faridl.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bawaslu, delapan anggota PPS dilaporkan warga mengikuti pertemuan politik di salah satu tempat bersama organisasi masyarakat yang terindikasi difasilitasi bakal caleg.
"Mereka menerima uang transportasi," tambah Faridl.