by Lucky L. Leatemia Jibi Bisnis - Espos.id News - Senin, 19 Maret 2018 - 18:00 WIB
Esposin, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan kerugian dari perubahan ekosistem yang diakibatkan operasi penambangan PT Freeport Indonesia di Grassberg, Papua, mencapai Rp185 triliun.
Berdasarkan hasil audit BPK, pencemaran tersebut berasal dari limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan, estuari, dan telah mencapai kawasan laut. Dari hasil penghitungan tenaga ahli Institut Pertanian Bogor (IPB), kerugian ekosistem terbesar ada di kawasan laut dengan kerugian mencapai Rp166 triliun.
Anggota BPK Rizal Djalil menjelaskan tailing tersebut merupakah satu dari dua masalah terkait lingkungan yang disebabkan Freeport Indonesia. Dia menuturkan perusahaan tersebut juga menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya seluas 4.535,93 hektare (ha) tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
"Hutan hancur berantakan. Ini yang namanya kerusakan alam," katanya di kantor BPK RI, Senin (19/3/2018). Baca juga: JK Minta Divestasi Freeport Jangan Terburu-Buru, Kenapa?
Dia menyatakan pihaknya sangat mendukung investasi asing masuk ke Indonesia. Namun, dia juga menegaskan setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus menaati regulasi yang berlaku. Baca juga: Jokowi Perintahkan Nego Divestasi Saham Freeport Selesai April 2018.
Dalam hasil audit yang termaktub dalam Ihtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I/2017, disebutkan bahwa pengelolaan pertambangan mineral pada Freeport Indonesia belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semestinya, pertambangan dilakukan untuk menjamin pencapaian prinsip pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.