Ekspedisi Antartika, Indonesia memiliki wakil masuk dalam tim tersebut.
Harianjogja.com, SLEMAN -- Misi mengeksplorasi Antartika yang berlangsung selama empat bulan dituntaskan Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM), Nugroho Imam Setiawan. Dia punya segudang cerita yang jarang ditemui di belahan Bumi lainnya.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Baca Juga : EKSPEDISI ANTARTIKA : Bumbu Soto & Sambal Trasi Instan Jadi Andalan (2/4)
Nugroho Imam Setiawan, akhirnya pulang dari pengembaraannya Antartika. Dia bergabung dalam tim peneliti yang dibentuk sekumpulan ilmuwan Jepang. Nugroho kebagian jatah mengobservasi cuaca harian di benua yang paling sepi dari keriuhan manusia.
Pekerjaan Iwan di Antartika tidak ringan. Saban hari, tim geologi mengumpulkan sampel batuan metamorf di setiap lokasi penelitian. Ada delapan titik survei yang mereka jelajahi yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, Mt. Riiser Larsen.
“Kami berusaha menyingkap batuan metamorf, batuan tertua di Bumi. Berusia 3,8 miliar tahun yang ada di Antartika,” ujar Nugroho, ketika berbagi cerita dengan sejumlah wartawan di Ruang Sidang Rektorat UGM, Rabu (29/3/2017) sore.
Dari hasil survei di seluruh lokasi tersebut, peneliti mengumpulkan lebih dari tiga ton sampel batuan metamorf. “Ada 141 sampel batuan metamorf dengan berat sekitar 200 kilogram akan dikrim ke Indonesia pada Mei nanti,” ujar dia.
Metamorf sangat penting karena bisa menyibak alur pembentukan Bumi, planet yang didiami miliaran manusia dan menghasilkan cerita yang tak kalah banyaknya.
Antartika menjadi magnet penelitian karena benua di Kutub Selatan ini sangat stabil. Sejak 500 juta tahun lalu tak mengalami perubahan signifikan secara, baik geografis dan tektonik. Gugus batuannya awet berkat suhu udara yang sangat dingin dan kering secara alami. Temperatur terendah yang pernah dilaporkan di Kutub Selatan adalah minus 89 derajat Celcius. Suhu selama musim panas rata-rata minus lima derajat celcius.
Dengan suhu yang sangat adem, udara di atas Antartika tidak mampu menahan uap air dan menjadikan tempat itu sekering Gurun Sahara.
Tidak ada manusia asli penghuni Antartika sehingga perubahan permukaan Bumi akibat cara hidup manusia tidak terjadi. Peneliti menyebutnya sebagai Tera Incognita yang berarti benua paling minim dijamah manusia. Antartika sekaligus menjadi kapsul waktu bagi evolusi Bumi, juga bagi perkembangan planet ini di masa depan agar tetap menjadi tempat yang layak bagi kehidupan manusia.
Wakil Indonesia & ASEAN
Iwan bergabung dengan tim JARE 58. Dia menjadi satu-satunya peneliti Indonesia sekaligus wakil ASEAN yang ikut dalam ekpedisi di Antartika. Nugroho juga menjadi peneliti pertama dari UGM yang menginjakkan kaki di Antartika. Sebanyak 80 anggota tim tersebut meliputi peneliti, insinyur dan sejumlah guru. Hanya 38 orang yang statusnya peneliti aktif.
“Selamat untuk Mas Nugroho karena menjadi orang pertama dari UGM yang berhasil menginjakkan kaki di Antartika,” ucap Rektor UGM Dwikorita Karnawati.
Dwikorita sangat bangga dengan capaian pria yang karib dipanggil Gombreng itu, apalagi UGM tidak punya fasilitas memadai untuk melakukan penelitian di Antartika.
“Semoga dia bisa menginsipirasi peneliti muda lainnya untuk berani meningkatkan inovasi hasil risetnya,” ujar Rektor UGM.