by Newswire - Espos.id News - Sabtu, 25 September 2021 - 07:00 WIB
Esposin, JAKARTA — Dukungan untuk Prabowo Subianto dan dendam lama Wiranto kembali bergaung pada hari terakhir persidangan purnawirawan jenderal Kivlan Zen di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (24/9/2021) kemarin.
Dua hal itu yang diungkit Kivlan Zen setelah dirinya tidak terima divonis 4 bulan 15 hari penjara karena kepemilikan senjata api secara ilegal.
Kivlan meyakini vonis terhadap dirinya tak terlepas dari dendam lama Wiranto. Wiranto, Prabowo, dan Kivlan adalah sama-sama jenderal militer.
Baca Juga: Divonis 4,5 Bulan Penjara atas Kepemilikan Senjata Api, Kivlan Zen Banding
Wiranto yang paling senior. Kala ia menjabat Panglima TNI, Prabowo adalah Panglima Kostrad sementara Kivlan yang paling junior menjadi salah satu perwira tinggi.
Setelah pensiun Kivlan berada di belakang Prabowo Subianto dalam Pilpres. Posisi ini berseberangan dengan Wiranto yang setelah gagal nyapres lalu berada di belakang Joko Widodo hingga politikus Solo itu terpilih sebagai presiden.
Kivlan Zen divonis 4 bulan 15 hari penjara karena kasus kepemilikan senjata api ilegal. Purnawirawan jenderal itu terbukti secara ilegal menguasai senjata api.
Meski vonis untuk dirinya terbilang ringan, ia tetap tidak terima. "Ini soal harga diri. Ini soal kehormatan," tandas dia seperti dikutip detik.com.
Ia menyebut, posisinya yang berseberangan dengan pemerintah membuat dirinya menjadi bidikan Wiranto.
Kala itu Wiranto adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).
Soal dendam Wiranto, Kivlan menyampaikan senior dan atasannya di militer pernah mengatakan akan menangkap dirinya. "Dia (Wiranto) kan pernah ngomong, tanggal 2 Maret ulang tahun dia, dia ngomong, 'Oh kamu saya tangkap', ini saja terbukti, kan," ucap Kivlan.
Meski begitu, Kivlan mengaku tidak marah dan dendam kepada siapa pun. Dia juga mengaku sudah memaafkan Wiranto. "Wiranto ya saya maafkan saja dia," tutur Kivlan.
Kivlan Zen dinyatakan hakim bersalah melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 56 ayat (1) KUHP.
Hakim mengesampingkan pernyataan Kivlan yang mengaku tidak pernah memerintahkan Helmi Kurniawan alias Iwan untuk membeli senjata. Hakim menyebut Kivlan justru memerintahkan anak buahnya itu untuk membeli senjata api ilegal.
Kivlan Zen disebut membeli senjata dan peluru secara ilegal melalui Helmi Kurniawan (Iwan), Tajudin (Udin), Azwarmi, Irfansyah (Irfan) pada Mei 2018-Juni 2019.
Hakim mengatakan Kivlan Zen membeli senpi senilai Rp145 juta.
Baca Juga: Demi Atur Kasus, Azis Syamsuddin Janjikan Rp4 Miliar ke Penyidik KPK
"Bahwa kemudian saksi Iwan mengatakan ke terdakwa telah mendapat 4 senpi, dan terdakwa mengatakan agar Iwan menyerahkan senpi laras pendek ke saksi Azwarmi, dan saksi Tajudin, sedangkan 1 senpi laras panjang ditaruh di rumah Iwan maka perbuatan terdakwa bersama saksi Iwan, Azwarmi dan Tajudin menerima senpi tersebut adalah termasuk dalam unsur orang turut serta," tegas hakim.
Hal yang meringankan Kivlan Zen adalah sebagai pejabat militer ia punya jasa untuk negara.
Atas vonis itu, Kivlan Zen langsung menyatakan banding.\
Dituding Kivlan punya dendam politik di balik vonis kasus senpi ilegal, bagaimana tanggapan Wiranto?
Pengacara Wiranto, Adi Warman, menyatakan kliennya tidak pernah mengintervensi dan ikut campur dalam kasus tersebut.
"Saya selaku pengacara Pak Wiranto sangat sesali apabila berpikir itu dendam Pak Wiranto. Jelas bukan, dan itu proses hukum. Kita tidak pernah lakukan intervensi. Jangan berburuk sangka," ucap pengacara dari Wiranto, Adi Warman, saat dihubungi.
Baca Juga: Azis Syamsuddin Ahli Hukum yang Terjerat Hukum, Akankah Kariernya Tamat?
Adi meminta Kivlan Zen tidak asal tuduh. Tidak ada kaitan antara vonis 4 bulan 15 hari bui dengan Wiranto.
"Hati-hati menuduh orang. Saya doakan semoga dosanya diampuni. Jangan tuduh, jangan fitnah. Ini tidak ada kaitannya dan tidak intervensi dari Pak Wiranto. Jadi keliru kalau dibilang ada dendam atau apa, apalagi dendam politik," katanya.